PADAMNYA BAHASA DAERAH

Tanyakan Kepada Suku-Suku di Negeri Bhinneka Tunggal Ika ini.

Saya memang suku Jawa, tapi maaf saya sudah tak tahu bahasa itu! Kalimat itu bukan diungkapkan oleh orang Suriname keturunan/bermoyang suku Jawa, namun oleh seorang terpelajar suku Jawa asal Jawa yang smart dan fasih dalam beberapa bahasa asing, diantaranya bahasa Inggris, Jepang, dan China.

Salahkah dia bila sebagai orang suku Jawa namun tidak bisa berbahasa Jawa??? Hal ini sebaiknya dipertanyakan juga kepada atas nama suku-suku bangsa yang berjubel di negeri Bhinneka Tunggal Ika ini, seperti suku-suku di Papua, Sumatera, Kalimantan, Nias, Madura, Sulawesi atau pada suku-suku di pulau-pulau terkecil yang jauh di sana.

Jawabannya kemungkinan seperti ini: Ada yang masih bisa berbahasa secara lisan dan tulisan, namun ada juga yang hanya bisa berbahasa lisan, namun tidak bisa berbahasa tulisan. Hal ini kemungkinan sekali disebabkan oleh belum adanya pembakuan dan standarisasi bahasa daerah (lokal) tersebut. Dan jawaban lainnya ialah: bisa secara lisan, namun sedikit serta jawaban "sama sekali tak tahu dan tak bisa."

Khusus di lingkup keluargaku yang para inangnya menyebutkan berasal dari "Mentaram" (Mataram-Yogyakarta) memang masih bisa berbahasa Jawa secara lisan maupun tulisan (Catatan bukan "ha na ca ra ka..."), namun "berbahasa Jawa yang kacau" campur aduk antara berbahasa jawa ngoko, inggil, kromo inggil, dan lainnya.

Bila orang Inggris sejak bahelu mampu berhasa Inggris secara lisan dan otomatis juga berbahasa tulisan, demikian pula dengan bangsa Jepang, China, Arab, India, dan lainnya, nampaknya tidaklah demikian dengan "keadaan bahasa daerah di Negeri Berbhinneka Tunggal Ika" ini. 

Contoh satu lagi misalnya Bahasa Madura yang mayoritas digunakan sebagai bahasa ibu oleh orang-orang di daerah Pantura seperti Probolinggo, Situbondo, dan Bondowoso. Mereka fasih berbahasa Madura dan banyak yang mampu berbahasa Arab, namun banyak dari mereka, terlebih untuk generasi barunya ternyata tidak bisa menuliskan bahasa lisannya. 

Ada apa ini??? Mengapa demikian??? Adakah Solusi???
Bahasa Jawa, terutama dalam tulisan "ha na ca ra ka..." bagi suku Jawa di luar Jawa Tengah boleh dikata "tak berbekas." Para generasinya pun hanya mampu berbahasa Jawa yang kacau, entah dengan generasi berikutnya. Di sisi lain ada keeronisan dalam penerapan berbahasa. Hal ini terjadi pada pelaksanaan pendidikan di daerah Pantura seperti Probolinggo dan sekitarnya. Di sekolah, khususnya di SD para siswa generasi harus mempelajari bahasa Jawa yang bukan bahasa ibunya (Madura). 

Meniti langkah perkembangan sejarah berbahasa daerah yang demikian, negeri Bhinneka Tunggal Ika ini sebenarnya dirundung oleh was-was-khawatir akan "lenyapnya sebagian budaya berbahasa ibu." 

Dalam hal ini Provinsi Bali sebenarnya telah memberikan ketauladanan yang nampaknya perlu diikuti. Berangkat dari pertimbangan, bahwa pemerintah mutlak bertanggungjawab atas ada dan tidaknya bahasa daerah-ibu-lokal, maka pemerintah pun mewajibkan sekolah untuk menerapkan bahasa daerah secara lisan dan tulisan sebagai pembelajaran. Pemerintah pun memfasilitasi materi-materi yang diperlukan untuk mendukungnya. Nah, begitulah. @ RS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Desa Seboro & Desa Rawan di Krejengan Kab. Probolinggo tempat Panglima Perang Mpu Nala

Di Jabung Baginda Hayam Wuruk berselirkan seorang putri cantik