Di Jabung Baginda Hayam Wuruk berselirkan seorang putri cantik

 

Hayam Wuruk Menyekar “Memegat Sigi” di Candi Jabung

Di Jabung Baginda berselirkan seorang putri cantik Nilam Sari.

Tahun Saka seekor-naga-menelan bulan (1281Saka = 1359 M) usai musim hujan, Sri Nata Hayam Wuruk pesiar keliling seluruh negara menuju Lumajang dengan naik kereta dan diiringi oleh semua raja Jawa serta permaisuri dan abdi, menteri, tanda, pendeta, pujangga, semua para pembesar ikut serta. (Pupuh 17 Kakawin Nagara Kretagama).

Dalam perjalanan Hayam Wuruk, selain berkunjung ke pendharmaan, pathirtan, dan kadewaguruan yang bersifat keagamaan, dia juga memantau wilayah kekuasaannya dan berwisata di beberapa tempat yang dilaluinya.

Dalam perjalanannya tersebut, Baginda dan rombongan mengunjungi Candi Jabung. Candi Jabung terletak di Desa Jabung, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, dibangun pada 1354.  Dalam Kakawin Nagarakertagama, Candi Jabung disebut Bajrajinaparamitapura, sedangkan dalam Serat Pararaton disebut sebagai Sajabung dan menjadi tempat perabuan atau pendarmaan salah seorang keluarga raja bernama Bhre Gundal.

Bhre Gundal  berasal   dari   generasi   Rajapatni nenek Hayam Wuruk yang wafat pada tahun 1350    M.    Perkiraan    ini    didukung    oleh Pararaton tentang  sebuah  candi  bernama Brajinaparamitrapura yang    didirikan    di Sajabung  untuk  seorang  tokoh  Stri  Bhre Gundal.   Saat   ini   terdapat   nama   Dusun Gundal   di   Desa   Sindet lami, Kecamatan Besuk 6 km sebelah selatan Candi Jabung.

Berkembang sepenggal kisah dari kehadiran Baginda Hayam Wuruk di Candi Jabung. Terkisahkan dalam tradisi lisan masyarakat Paiton, bahwa selama di Jabung Baginda Hayam Wuruk mengambil seorang putri cantik bernama Nilam  Sari  sebagai  selirnya.  Pada kisah itu selanjutnya Nilam Sari  hilang di sumber  air kolam yang ada di Taman   Sari,   gara-gara   selendangnya yang disebut Cinde Puspito berhasil direbut  oleh  seorang  sakti bernama  Citraguna.  Saat  ini,  sumber  air-kolam di Desa Taman Sari  tersebut  ( letaknya 2 km sebelah barat daya dari Candi Jabung) diyakini   sebagai tempat pemandian Hayam Wuruk .

Peristiwa kunjungan Raja Hayam Wuruk di Candi Jabung tersebut bersumber dari catatan Dang Acarya Nadendra yang bersamaran nama Mpu Prapanca dalam Kakawin Nagara Kretagama. Mpu Prapanca adalah seorang tokoh keagamaan Buddha yang mengikuti perjalanan Raja Hayam Wuruk. Peristiwa di Jabung tersebut tertulis dalam Pupuh 31, terutama pada baris 2, 3, dan 4, sebagai berikut:

Pupuh 31:

 

1.   Ri sahnira sakeɳ kta meweh ikaɳ swabhrtyaniriɳ, bañu hnin ikanaɳ hawan / wki dataɳ ri sampora sök, muwah ri dalman / tke wawaru riɳ binor hop / glisan, gban krp i glam / tke kalayu rajakaryyeniwö.

2.   Ikaɳ kalayu darmma sima sugatapratistapagöh, mahottama sujanma wandu haji saɳ dinarmmeɳ danu, nimittan i pakaryya karyya haji darmmakaryyadika, prasidda mamgat sigika wkas i sudarmmenulah.

3.   Ikaɳ widi widana sakrama tlas / gnep sankepan, makadyan upabhoga bhojana halp nikanopama, amatyagana samyasanghya çagiri dataɳ riɳ sabha, mrdanga padahatri megeliglan mahinan dina.

4.   Narendra ri huwusni karyyanira sestani twas ginöɳ, asiɳ sakapark / (105a) pradeça pinaran danondok dateɳ, piraɳ wni lawasnirerika pararttha mangöɳ sukha, surupa bini hajy ulihnira wiçesa kanyanulus.

5.   Ri sahnira sakeɳ kalayw i kutugan kahenwalaris, ri khebwan agen aglis engal amgil / ri kambaɳ rawl, sudarmma sugatapratista racananya çobhah halp,anugraha nareçwara san apatih pu naladika.

6.   Haturhatur i saɳ patih lwu halpnikanindita, byatita panadah narendra rikanaɳ prabhatocapen, umankat ahawan / ri halses i ba raɳ ri patuñjunan, anunten i patentenan tarub i lesan asrwalaris.

 

Arti Pupuh 31:

1.   Keta (Besuki*) telah ditinggalkan. Jumlah pengiring malah bertambah, Melintasi Banyu Hening, perjalanan sampai Sampora, Terus ke Daleman menuju Wawaru, Gebang, Krebilan, Sampai di Kalayu (Jabung) Baginda berhenti ingin menyekar.

2.   Kalayu adalah nama Desa Perdikan Kasogatan (Desa Buddha), Tempat candi makam sanak kadang Baginda raja, Penyekaran di makam dilakukan dengan sangat hormat, “Memegat sigi” nama upacara penyekaran itu.

3.   Upacara berlangsung menepati segenap aturan, Mulai dengan jamuan makan meriah tanpa upama, Para patih mengarak Sri Baginda menuju paseban, Genderang dan kendang bergetar mengikuti gerak tandak.

4.   Habis penyekaran raja menghirup segala kesukaan, Mengunjungi desa-desa di sekitarnya genap lengkap, Beberapa malam lamanya berlomba dalam kesukaan, Memeluk wanita cantik dan meriba gadis remaja.

5.   Kalayu ditinggalkan, perjalanan menuju Kutugan, Melalui Kebon Agung, sampai Kambangrawi bermalam, Tanah anugerah Sri Nata kepada Tumenggung Nala, Candinya Buddha menjulang tinggi, sangat elok bentuknya.

6.   Perjamuan Tumenggung Empu Nala jauh dari cela, Tidak diuraikan betapa rahap Baginda Nata bersantap, Paginya berangkat lagi ke Halses, B’rurang, Patunjungan, Terus langsung melintasi Patentanan, Tarub dan Lesan.

Sesuai catatan Mpu Prapanca pada pupuh 31 bagian 1 Di candi ini raja dan rombongan tinggal di sini beberapa hari dengan beberapa hal, antara lain: 

1.  “menyekar memegat sigi” (memegat=medhot; nugel; mènèhi talak, sigi = obor, suluh) 

2. pada kegiatan itu dibuatkan suatu paseban (tempat pertemuan)

3.      3. dimeriahkan dengan tandhakan (tarian) dan gamelan yang meriah

4.      4. Usai penyekaran  diadakan kemeriahan dan bersuka-suka

5.      5. Raja bermesraan dengan wanita cantik (mendapat selir)

6.      6. Raja berkunjung ke desa-desa sekitarnya

 Sebagaimana umumnya kegiatan ritual di percandian ketika itu juga diselaraskan dengan gunung dan mata air. Dengan demikian mungkin sekali sumber mata air di Desa Tamansari (Kraksaan) atau di sekitar desa Taman-Petunjungan (Paiton) dahulu berperan dalam kegiatan ritual di Candi Jabung.

Candi Jabung yang berjarak hanya sekitar 5 km dari Kecamatan Kraksaan atau 500 meter di pinggir jalan raya Surabaya – Banyuwangi itu, kini merupakan suatu situs sejarah, bagian dari sejarah bangsa.

 @ RSHD-citra: 20 Desember 2020

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Desa Seboro & Desa Rawan di Krejengan Kab. Probolinggo tempat Panglima Perang Mpu Nala