Buku Bacaan Anak: Jejak Pusaka Warisan
Jejak Pusaka
Warisan
Cinta Budaya Bagian dari Karakter Bangsa
Bacaan anak berunsurkan Tematik Integratif
Oleh: Inoe Setyoko
Kata
Pengantar
Suatu keelokan yang
dimiliki oleh Indonesia pada umumnya berupa keaneka ragaman. Keanekaragaman
suku bangsa, keanekaragaman adat-istiadat, keanekaragaman agama, keanekaragaman
seni budaya, dan keanekaragaman berkehidupan. Hal itu juga mewarnai pada
lingkup yang lebih kecil, yaitu pada lingkup desa.
Dalam buku yang berjudul
"Jejak Pusaka Warisan" ini berkisah tentang kehidupan anak desa dengan
keberadaan adat-istiadat yang ada di desanya. Dalam pergaulan dan hubungannya
dengan beberapa orang tua yang berkarakter, mereka mendapatkan beragam
pengetahuan dan keterampilan yang paling tidak akan memberikan suatu sentuhan
pengalaman positif yang bermanfaat.
Dari seorang penjual kepang
yang biasa diolok-olok, anak-anak mendapatkan suatu kejutan tak terduga.
Ternyata penjual kepang itu seseorang pribadi yang memiliki ketangguhan jati
diri. Demikian pula dari hubungan mereka dengan seorang guru tua yang mulai
sakit-sakitan. Guru itu bukan seorang sarjana, namun nilai potensi diri dan
kegigihannya terhadap sesuatu yang menjadi kepeduliannya telah membedakannya
dengan guru-guru lainnya. Hal itu menjadikannya anak-anak menyukai,
menghormati, dan mencintainya.
Penulis: Inoe Setyoko
Bagian 1.
Mangga Kueni
Hujan deras yang mengguyur Desa Pasir
Luhur baru saja berhenti. Kukuruyuuuk..! Kokok ayam jantan. Saat itu sekitar
pukul 05.15. Keadaan pagi hari itu masih remang-remang, agak berkabut dan
sisa-sisa air hujan masih tergenang di sana-sini. Surya ke luar dari rumahnya. la berjalan berjingkit-jingkit
menuju ke arah selatan, yaitu ke anak sungai yang saat itu sedang banjir. Di
anak sungai tersebut dilihatnya beberapa buah mangga kueni terapung-apung
terbawa derasnya arus air.
Surya berjalan ke arah barat
menelusuri tepian anak sungai. Ketika sampai di sebuah jembatan bambu ia
dikejutkan oleh bentakan seseorang. Seketika itu pula Surya balik kanan dan
bermaksud lari dari tempat tersebut.
"Ha, ha, ha, ha..., dasar
penakut!" teriak seseorang. Surya menoleh ke arah orang tersebut. Orang
tersebut menutupi dirinya memakai sarung. Surya tersenyum. Dari tawa orang itu Surya tahu siapa orang
yang ada dalam sarung tersebut. Oleh karena itu ia pura-pura mengambil sebuah
batu dan kemudian berlagak akan dilemparkannya ke arah orang tersebut.
"He, jangan! Ini saya, Sur!"
teriak orang tersebut sambil melepas sarungnya. Orang tersebut ternyata si Ali,
seorang temannya.
"Kamu akan ke mana, Sur?"
tanya Ali.
"Mencari mangga kueni di
kebunnya Pak Anis!" jawab Yatim.
"Kalau begitu sama, dong,”
sahut Ali.
“Kalau begitu, siapa yang cepat,
siapa yang dapat,” sambut Surya.
“Oke!” seru Ali yang kemudian
berlari.
“Curang!” teriak Surya sambil
berlari menyusul Ali.
Kedua anak tersebut kemudian
bersaing berlari menuju ke kebunnya Pak Anis. Hal itu menyebabkan pakaian dan sarung mereka menjadi kotor. Ternyata mereka sampai di
kebun Pak Anis dalam waktu yang hampir bersamaan.
Pak Anis termasuk orang kaya. la mempunyai rumah yang
besar. Sawah dan kebunnya luas serta memiliki puluhan ekor sapi. Di kebun milik
Pak Anis itu Surya dan Ali mengamati keadaan di sekitar yang masih di genangi
air hujan.
"Itu dia!" teriak Ali dan Surya saat melihat
beberapa buah mangga kueni yang cukup besar terapung-apung pada genangan air
yang cukup luas. Serta merta mereka bersaing berlari lagi untuk mendapatkannya.
Namun, byuuur! Surya dan Ali basah kuyup. Mereka tidak
tahu, bahwa pada genangan air yang cukup luas itu sebenarnya merupakan sebuah
kolam. Entah kolam apa. Mereka
tidak mengetahuinya. Namun demikian Surya dan Ali berhasil mendapatkan beberapa
buah mangga kueni yang besar-besar. Ali mendapatkan 2 buah, sedangkan Surya
mendapatkan 3 buah.
"Ah sayang!" gerutu Ali.
"Mengapa?" tanya Surya. Ali menunjukkan sebuah mangga yang sebagian telah berlubang.
"Dimakan codot!" kata Ali sambil tertawa. Surya dan Ali meninggalkan kebun Pak
Anis dalam keadaan basah kuyup. Ketika sampai di jembatan bambu, Ali menahan Surya.
"Sur, apakah pe-ermu telah kau kerjakan?" tanya
Ali.
"Sudah. Ada apa?" jawab Surya.
"Pe-ernya sulit, ya. Saya tidak dapat mengerjakannya.
Nanti aku pinjam pe-ermu, ya?" ujar Ali.
Surya mengangguk. la tahu, bahwa Ali itu sebenarnya anak
yang malas. Ali adalah salah seorang anggota kelompok belajarnya, namun ia tak
pernah ikut belajar bersama. Selain Ali ada juga beberapa temannya yang
ogah-ogahan mengerjakan pe-er. Mereka itu antara lain Sari, Dewi, Bawon, dan
Unang. Untuk mengerjakan pe-er, sekolah mereka biasanya bergantung kepada
pekerjaan Surya. Surya berpisah dengan Ali.
Surya menyukai buah mangga kueni. Baginya buah mangga
kueni merupakan buah-buahan yang lezat. Buah mangga kueni itu selain beraroma
harum tetapi juga manis rasanya. Sehingga ia merasa heran apabila ada orang
yang tidak menyukainya.
Tentang buah mangga kueni Surya teringat pada peristiwa
yang menimpa Anton. Anton seusia Surya. Anton adalah cucu dari Kepala Desa Pasir
Luhur yang berasal dari ibu kota. Pada suatu hari Anton menemukan sebuah mangga
kueni. Saat itu Surya memperingatkan, bahwa buah mangga kueni tersebut masih
mentah.
Peringatan Surya diabaikan oleh Anton. Buah mangga kueni
yang cukup besar itu dimakannya begitu saja. Anton memakan buah mangga kueni
bagaikan makan buah apel. Akibatnya, pada keesokan harinya bibir Anton melepuh dan
dower.
Mengingat kejadian tersebut Surya tersenyum. Buah mangga
kueni yang masih mentah memang kurang baik untuk dimakan. Mengapa? Karena buah
mangga kueni yang masih mentah, terlebih lagi yang muda masih mengandung banyak
getah. Getah buah mangga kueni itu keras dan dapat menimbulkan rasa gatal-gatal
pada kulit.
Buah mangga kueni yang masih mentah dapat saja dimakan
atau dibuat rujakan, namun terlebih dahulu harus dikupas kulitnya dan di cuci
dengan air yang bersih untuk menghilangkan getahnya.
Ketika Surya sampai di halaman rumah dilihatnya ibunya
sedang mengambil telur itik yang berserakan di halaman kandang.
"Ya, ampun! Kamu basah kuyup begitu dari mana, Sur?"
tanya ibunya sambil geleng-geleng kepala.
"Dari mencari mangga kueni, Bu!" jawab Surya
sambil menunjukkan tiga buah mangga kueni dari sarungnya. la kemudian pergi ke
sumur dan melepas sarung serta bajunya. Sarung dan bajunya tersebut selanjutnya
dicuci dan dijemurnya.
Pada pagi hari itu Surya membantu ibunya. la menimba air
dari sumur dan diisikannya ke bak mandi, tandon air di dapur, dan membantu
membersihkan kotoran yang menempel pada telur itik. Usai selanjutnya ia pergi
mandi dan mengenakan pakaian seragam sekolah. Surya nampak gagah dan tampan. Surya
adalah anak dari seorang janda. Ia seorang anak yatim. Ayahnya telah meninggal
dunia ketika Surya masih dalam kandungan ibunya.
Sementara itu untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari dan
biaya keperluan sekolah anaknya, ibu Surya mengandalkan pada ternak itik yang diwariskan
oleh ayahnya yang berjumlah 35 ekor. Selain itu Bu Surya masih menyempatkan diri
bekerja sebagai pembantu di kelurahan. Di kelurahan Bu Surya bekerja mencuci
pakaian milik keluarga kelurahan.
"Sur, telur itik yang ada di kantong plastik warna
hitam itu sampaikanlah kepada Bu Tirta!" kata ibunya.
"Kok banyak sekali, Bu? Berapa butirkah ini?"
tanya Surya.
"Dua puluh lima butir!" jawab ibunya.
"Baik, Bu telurnya akan saya antarkan!"
***
Bagian 2.
Kejutan
Pada pagi hari itu
langit nampak cerah. Sekitar pukul 06.30 Surya berangkat ke sekolah berjalan
kaki. la membawa dua buah tas plastik. Yang satu berwarna hitam, berisi telur
itik dan tas plastik satunya lagi bergambar kembang-kembang warna cokelat,
berisi buku dan peralatan sekolah.
Pada pagi hari itu Surya
tidak langsung menuju ke sekolahannya, melainkan menuju ke Balai Desa untuk
menyerahkan telur itik kepada Bu Lurah. Ketika sampai di pertigaan jalan ia
berjumpa dengan Ali, Sari, Dewi, Bawon, dan Unang. Mereka meminjam pe-er Surya.
"Buku ini akan
segera saya kembalikan kepadamu!" kata Sari.
"lya, saya
hanya akan mencocokkan saja antara pekerjaanmu dengan pekerjaanku!" dalih
Unang. Selanjutnya mereka berpisah. Ali dengan teman-temannya menuju ke
sekolah, sedangkan Surya bergegas menuju ke kelurahan. Di kelurahan saat itu sedang ada
suatu kesibukan.
"Nah, kebetulan
kau datang. Mana ibumu, Sur?" tanya Bu Lurah kepada Yatim.
"Ibu di rumah,
Bu!" jawab Surya.
"Aduh,
bagaimana ini. Kalau ibumu tidak ke sini, saya akan kerepotan, Sur!" keluh
Bu Lurah.
"E, maaf ada
apa, Bu?" tanya Surya.
Bu Lurah
menjelaskan, bahwa pada hari ini kelurahan akan kedatangan tamu, yaitu para
mahasiswa KKN. Saat ini Pak Lurah pergi ke kecamatan untuk menjemput para
mahasiswa tersebut.
"Saya
memerlukan ibumu untuk membantu saya di sini!" kata Bu Lurah.
Mendengar keluh
kesah Bu Lurah tersebut Surya menawarkan dirinya untuk memanggil ibunya. Karena
itulah, maka ia segera berlari-lari kembali ke rumahnya. Seusai memberitahukan
pesan Bu Lurah kepada ibunya Surya segera berlari menuju ke sekolahnya.
Ketika Surya sampai
di sekolah, pintu kelasnya telah ditutup. Dari depan pintu kelas didengarnya
gurunya, yaitu Pak Bekti sedang memerintahkan kepada para siswanya untuk
mengumpulkan pe-ernya. Dengan hati berdebar-debar Surya memberanikan diri
mengetuk pintu kelasnya.
Tiba-tiba suasana
kelas menjadi sepi. Tiada berapa lama kemudian terdengarlah Pak Bekti dan suara
batuk-batuknya menuju ke pintu kelas.
"Selamat pagi,
Pak! Maaf saya datang terlambat, Pak!" kata Surya sambil menundukkan
wajahnya.
"Silakan
Masuk!" kata Pak Bekti yang kemudian menutup pintu kelas.
Surya memasuki
kelas dan kemudian menuju ke tempat duduknya, yaitu di samping Anwar.
"Buku pe-ermu
mana?" tanya Anwar.
"Dibawa
Ali!" jawab Surya pelan sambil menoleh ke arah Ali dan Unang. Namun kedua
temannya tersebut tidak menoleh ke arahnya. Surya menjadi gelisah.
Tiba-tiba Pak Bekti
memanggil Sari dan Bawon untuk tampil ke depan. Mereka disuruh mengerjakan
pe-ernya pada papan tulis, sedangkan buku pe-ernya dikumpulkan di meja guru. Sari mengerjakan soal nomor 1 sedangkan Bawon
mengerjakan soal nomor 2. Namun Sari dan Bawon tidak segera mengerjakannya. Keduanya
berdiri menghadap papan tulis. Mulut mereka komat-kamit dan mata mereka berkedip-kedip
ke arah papan tulis dengan dahi berkerut-kerut. Keduanya seperti patung.
Lima menit kemudian
Pak Bakti minta kepada Sari dan Bawon untuk minggir, menepi di samping papan
tulis. Ia kemudian memanggil Ali dan Dewi untuk maju ke depan. Keduanya disuruh
mengerjakan soal yang dikerjakan oleh Bawon dan Sari. Ternyata hasilnya sama
saja. Tangan kanan mereka sama-sama memegang kapur dan diangkat ke papan tulis,
namun tidak ada satu huruf pun yang mereka tuliskan.
Pak Bekti
tersenyum. la kemudian memanggil Unang dan Surya. Unang diperintahkannya untuk
mengerjakan soal nomor 1.
"Buku pe-ermu
mana, Sur?" tanya Pak Bekti sambil meneliti buku pe-er murid-muridnya. Surya
menunduk.
"Buku pe-ermu
mana, Sur?" ulang Pak Bekti.
"E...,
tertinggal di rumah, Pak!" jawab Surya terbata. la berdusta untuk
melindungi Ali, Unang, dan teman-temannya yang membawa bukunya.
"Apakah
soal-soal pe-ermu telah kau kerjakan?" tanya Pak Bekti.
"Sudah,
Pak!" jawab Surya.
"Kalau begitu,
soal-soal pe-er ini kerjakanlah seluruhnya!" perintah gurunya. Pak Bekti
selanjutnya memerintahkan kepada Unang untuk minggir dan berdiri di samping
papan tulis berkumpul dengan Ali, Bawon, Sari dan Dewi.
Satu persatu soal
pe-er tersebut dikerjakan oleh Surya. Dalam waktu sekitar 20 menit soal-soal
matematika yang berjumlah 10 nomor tersebut dapat ia selesaikannya.
Pak Bekti yang
telah selesai meneliti dan memberikan nilai pada buku pe-er siswanya memeriksa
pekerjaan Surya yang ada pada papan tulis. la kemudian memperhatikan kepada
Ali, Bawon, Unang, Sari dan Dewi yang saat itu menunduk menatapi lantai.
"Hari ini,
saya sangat keheranan terhadap kalian. Soal-soal pe-er pada buku kalian dapat
kalian kerjakan dengan benar semua, namun mengapa kalian tidak dapat
mengerjakannya di papan tulis?" tanya Pak Bekti. Suasana kelas terasa
semakin sunyi. Pak Bekti terbatuk-batuk.
"Ali, Bawon,
Unang, Sari dan kau Dewi. Mengapa kalian tidak dapat mengerjakan soal itu di
papan tulis?" ulang Pak Bekti.
"E..., maaf
Pak!" sela Ali.
"Soal-soal
pe-er di buku itu saya kerjakan meniru dari bukunya Surya, Pak," kata Ali
mengakui perbuatannya. Pak Bekti
tersenyum. la kemudian bertanya kepada Bawon, Unang, Sari, dan Dewi. Akhirnya
mereka mengakuinya, bahwa soal-soal pada buku pe-er mereka kerjakan meniru
pekerjaannya Surya. Oleh Pak Bekti mereka dipersilakannya duduk kembali ke
tempatnya masing-masing. Demikian pula dengan Surya.
"Anak-anak,
kejadian seperti ini sangat memalukan saya. Mengapa? Karena, kejadian ini
menunjukkan, bahwa kalian belum memahami dan belum menguasai pelajaran yang
saya sampaikan. Di sini, berarti saya telah gagal. Oleh karena itu saya
harapkan peristiwa seperti hari ini tidak terulang terjadi. Kejadian ini saya
anggap sebagai kejadian yang terakhir. Bila nanti masih ada yang melakukannya
lagi akan saya beri hukuman yang lebih berat lagi!" kata Pak Bekti.
Guru tua yang masa
dinasnya tinggal 3 tahunan tersebut terbatuk-batuk. Kepada murid-muridnya di
nasihatinya, agar mereka tidak mudah menyerah atau putus asa.
"Saya akan
lebih menghargai pekerjaan kalian sendiri yang mungkin saja salah, dari pada
menghargai pekerjaan yang benar, tetap bukan pekerjaannya sendiri. Anak-anak,
saya tahu, bahwa kalian masih suka bermain. Tetapi apakah seluruh waktu seusai
sekolah kalian manfaatkan hanya untuk bermain saja? Hendaknya tidak begitu.
Contohlah Surya. Saya masih ingat dengan ceritanya, bahwa ia belajar 3 kali
sehari, yaitu saat pulang sekolah selama 10-15 menit, pada malam hari seusai
isak selama 15-25 menit, dan pada pagi hari seusai subuh selama 10-15 menit.
Cara belajar yang
dilakukan oleh Surya tersebut cobalah ditiru. Selain itu kalian hendaknya
memanfaatkannya belajar kelompok dengan lebih baik. Otak kita ini tiada bedanya
dengan pisau. Pisau itu akan tajam apabila selalu diasah!" kata Pak Bekti.
“Kalian tahukan,
bahwa otak kita ini sebenarnya ciptaan Tuhan yang memiliki kemampuan yang luar
biasa,” kata Pak Bekti pula. Guru tua bertubuh kurus itu kemudian menempelkan
gambar otak dan gambar hati di papan tulis.
Kepada para
siswanya, Pak Bekti menyampaikan bahwa otak merupakan organ manusia yang
menjadi pusat kehidupan. Jatung, paru-paru, dan hati bisa saja tidak berdenyut
sekian detik, manusia tak akan meninggal dunia, tetapi bila otak yang berhenti
sekian detik, maka manusia pun akan meninggal dunia.
“Anak-anak selama
ini banyak orang beranggapan bahwa hati itu pusat perasaan. Itu tidak tepat. Hati
atau liver memiliki fungsi utama yaitu sebagai filter darah. Darah yang beredar
di tubuh kita akan dibersihkan dan disaring dari bahan-bahan beracun yang masuk
ke tubuh melalui makanan atau pernafasan,” kata Pak Bekti.
Pak Bekti
menerangkan pula, fungsi utama hati pada orang dewasa adalah : Menyimpan
berbagai bentuk glukosa, vitamin B12, dan zat besi, penyediaan tenaga (zat
gula) dan protein, pengeluaran hormon-hormon dan insulin, pembentukan dan
pengeluaran lemak dan koles-terol, penyaring dan pembuang bahan bahan beracun
di dalam darah melalui proses pembongkaran hemoglobin serta merubah amonia
menjadi urea.
“Jadi hati itu
bukan alat perasa. Hati hanya sebagai alat penyaring darah. Di hati tidak
menimbulkan rasa sedih, suka, marah, peduli, dan sebagainya. Salah satu alat
tubuh kita yang bisa merasakan itu lidah. Lidah bisa merasakan rasa asin,
manis, dan rasa pahit,” kata Pak Bekti.
“Anak-anak,
berdasarkan penelitian para ahli disebutkan, bahwa otaklah yang berperan
mengendalikan semua fungsi tubuh manusia.
Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh. Jika otak sehat, maka akan
mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan mental. Sebaliknya, apabila
otak terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental bisa ikut terganggu.
Berdasar anatomi
dan fungsinya, otak dibagi menjadi empat bagian, dua diantaranya : Cerebrum
dan Limbic System (Sistem Limbik).
Cerebrum (otak
besar). Otak ini merupakan pembeda antara manusia dengan binatang dan tumbuhan.
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama
Cerebral Cortex, Forebrain atau otak depan.
Cerebrum merupakan
bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia
memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan,
memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelek-tual atau IQ juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.
Sistem Limbik
Sistem limbik
terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan,
mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar,
dorongan seks, pusat rasa senang, metabo-lisme dan juga memori jangka panjang.
Bagian terpenting
dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah bagian
memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak.
“Pada orang gila,
bukan fungsi hatinya yang terganggu atau rusak. Hati orang gila masih utuh.
Orang menjadi gila, karena fungsi otaknya yang terganggu atau rusak!” kata Pak
Bekti pula.
“Nah sekarang
tentang gambar orang ini. Siapakah dia?,” kata Pak Bekti. Guru itu kemudian
menjelaskan, bahwa orang ini bernama Roger Wolcott Sperry kelahiran Hartford,
20 agustus 1913 dan meninggal dunia 17 April 1994. Dialah seorang neuropsikolog yang menemukan
bahwa akal manusia terditi atas 2 bagian.
la menemukan bahwa otak
memiliki fungsi yang terspesialisasi di sisi
kiri dan kanan, dan kedua sisi itu dapat berfungsi praktis tanpa
bergantung satu sama lain. Setelah menerima gelar sarjana daIam sastra lnggris,
ia belajar psikologi dan Zoologi, diikuti oleh penelitian selama beberapa tahun
di Uversitas Harvard.
Pada tahun 1954, ia
bergabung sebagai staf di Caltech dan tetap di sana selama 30 tahun. Pada awal
1960 an, Sperry dan kawan-kawan,
termasuk Michael Gazzaniga, mengadakan eksperimen meluas pada pasien epilepsi
yang korpus kalosumnya, yaitu jembatan antara otak kiri dan kanan terputus hingga keadaannya tambah
parah.
Awalnya pasien
tersebut terlihat normal, namun dari penelitian menunjukkan beberapa kegiatan
seperti menamai benda maupun menaruh blok bcrsama-sama dengan cara yang
ditentukan hanya bisa dilakukan ketika menggunakan salah satu sisi otak [karena
mata kanan terhubung ke otak kiri, tangan kiri ke otak kanan, dan begitu juga
seluruh tubuh, rangsangan akan diberikan pada sisi tubuh yang berlawanan dengan
hemisfer otak yang diuji].
Kemampuan tersebut
tidaklah absolut, namun nampaklah bahwa hemisfer kiri berfungsi khusus dalam
proses berhahasa dan bagian kanan dominan dalam tugas visual. Karya Sperry
membantu pemetaan otak dan membuka seluruh bidang masalah psikologi dan
fitsafat.
Sperry dianugerahi
Hadiah Nobel dalam fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1981 bersama dengan
David Hunter .
Seusai memberikan
nasihat kepada siswa-siswanya Pak Bekti mengajaknya menyanyi bersama. Mereka
menyanyikan 2 buah lagu, yaitu lagu "Aku Anak Indonesia dan Lilin-Lilin
Kecil." Lagu-lagu itu merupakan ciptaan dari Pak Bekti sendiri. Tentang
lagu "Lilin-Lilin Kecil" tersebut Pak Bekti berkisah, bahwa lagu itu
ia ciptakan ketika ia masih mengajar di suatu SD Kecil di daerah terpencil.
"Anak-anak
tahukah kalian apakah yang dimaksud dengan SD Kecil itu?" tanya Pak Bekti.
Tidak ada jawaban dari murid-muridnya. Oleh karena itu, maka ia jelaskan, bahwa
SD Kecil itu tiada bedanya dengan SD-SD biasa.
Perbedaannya,
selain jumlah muridnya lebih sedikit tetapi juga waktu atau kesempatannya untuk
belajar. Murid-murid SD Kecil adalah anak-anak dari orang tua yang kurang
mampu. Mereka pada umumnya berada di daerah terpencil.
Karena keadaan
orang tuanya yang tidak mampu tersebut, maka si anak terpaksa bekerja membantu
orang tuanya, sesuai dengan kemampuannya. Misalnya menggembala ternak, mencari
rumput, berjualan di pasar, dan sebagainya. Dengan demikian anak-anak SD Kecil
tidak setiap hari masuk sekolah. Mereka masuk sekolah pada hari-hari tertentu
saja, sesuai dengan kesepakatan antara para murid dengan gurunya.
"Anak-anak,
mereka juga ingin mendapatkan pendidikan atau pengajaran yang sama seperti
kalian. Hal itu berarti sesuai dengan cita-cita kemerdekaan bangsa dan negara
kita, yaitu yang tertuang dalam... Siapa yang tahu?" tanya Pak Bekti
kepada murid-muridnya.
"Sesuai dengan
cita-cita bangsa yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
Pak!" jawab Resti. Pak Bekti tersenyum.
"Siapa lagi
yang ingin memberikan jawaban?" katanya sambil memperhatikan ke arah
murid-muridnya.
"Sesuai bunyi
alinea keempat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Pak!" jawab Sri
Asiroh yang duduk di samping Sari.
"Boleh. Siapa
lagi yang tahu?" tanya Pak Bekti.
"Sesuai dengan
Bab XIII tentang pendidikan, pasal 31 pada UUD 1945, Pak!" jawab Surya.
"Yah, jawaban
kalian benar!" kata Pak Bekti.
Saat itu sekitar
pukul 11.05. Seseorang mengetuk pintu kelas V. Pak Bekti bergegas ke luar
kelas. Tiada berapa lama kemudian ia memasuki ruang kelas kembali.
"Anak-anak.
Pada hari ini kita kedatangan seorang tamu. Orangnya memang sudah tua, namun ia
masih sehat dan gagah. Orang ini tentulah sudah pada kalian ketahui namanya,
namun apakah kalian telah mengetahui sebagian dari kehidupannya? Nah, pada hari
ini ia saya undang Beliaunya ke sini. Darinya kalian akan mendapatkan suatu
pelajaran sejarah yang sangat menarik!" kata Pak Bekti.
Seketika itu pula
para siswa gaduh. Mereka saling keheranan, bertanya-tanya siapa tamu itu? Pak
Bekti kemudian menjumpai tamunya. Ketika tamunya memasuki ruang kelas, seketika
itu pula seluruh siswa kelas V terperanjat dan semakin riuh.
"Mbah
Kepang!" seru Sari lantang. Para siswa nampak keheranan dengan kejutan
yang dibuat Pak Bekti. Surya, teman-temannya, dan juga warga Desa Pasir Luhur
sudah mengenal Mbah Kepang dengan baik.
Sesuai sebutannya,
orang tua tersebut pekerjaannya membuat dan berjualan kepang atau dinding dari
bambu yang dianyam. Karena pekerjaannya membuat dan berjualan kepang itulah,
maka masyarakat menyebutinya dengan sebutan Mbah Kepang.
La tinggal di Gumuk
Pasir Luhur yang sekitarnya ditumbuhi pohon bambu. Anak-anak dan sebagian warga
Desa Pasir Luhur pada umumnya beranggapan, bahwa daerah itu merupakan daerah
angker, terlebih ketika malam bulan purnama. Konon di gumuk itu sering terlihat
bayangan seorang perempuan cantik yang bergelantungan pada akar pohon beringin.
Sungguh suatu
kejutan. Kini Mbah Kepang ada dihadapan mereka. Surya dan teman-temannya pun
dihinggapi tanda tanya. Apakah yang akan dilakukan oleh orang tua tersebut?
Mengapa Pak Bekti mengundangnya ke
kelas? Untuk apa? Mbah Kepang hanyalah orang tua penjual kepang. Setiap hari ia
membawa beberapa lembar kepang dan dijajakannya secara berkeliling dari desa ke
desa. Bukan hanya di Desa Pasir Luhur, namun juga ke desa-desa tetangga.
Selain jam tangan
mainan, Mbah Kepang itu juga memiliki ciri diri yang khas. Ke mana saja ia
pergi senantiasa mengenakan ikat kepala berwarna merah putih yang sudah dekil.
"Sekarang jam
berapa Mbah Kepang?", tanya Bawon tiba-tiba. Seketika itu pula Mbah Kepang
pun melihat ke langit dan kemudian beralih ke jam tangan mainannya.
"Jam 2
tepat!" jawabnya. Walaupun sebenarnya saat itu baru pukul 10 atau pukul 11
siang. Seketika itu pula riuh tawa para siswa pun terdengar. Menyaksikan hal
itu Mbah Kepang tidak marah, malah tersenyum-senyum
saja. Pak Bekti mengangkat ke dua tangannya untuk meredakan riuhnya kelas.
“Anak-anak, saya
memahami, bahwa kehadiran Mbah Kepang mengejutkan kalian. Nanti kalian akan
lebih terkejut lagi, karena itu tolong dengarkan cerita yang akan disampaikan
oleh Mbah Kepang. Mari silakan, Mbah,” kata Pak Bekti yang kemudian duduk di
kursi siswa di bagian belakang.
Mbah Kepang
tersenyum ramah.
“Anak-anak apakah
kalian sehat semua?” sapa Mbah Kepang.
“Sehat Mbah!” jawab
anak-anak serentak.
“Jam berapa Mbah?”
gurau seorang anak. Mbah Kepang tersenyum. Seperti kebiasaannya, Mbah Kepang
pun melihat ke jam tangan dari daun kelapa yang melilit di pergelangan tangan
kirinya.
“Jam dua tepat!”
jawab Mbah Kepang. Anak-anak pun tertawa, namun tidak riuh.
Mbah Kepang
berdehem-dehem dan kemudian menebar senyuman.
“Sungguh Tuhan Maha
Agung. Kuharap ini bukan mimpi bila pada hari ini saya bisa berada dalam ruang
kelas di sekolah ini. Karena selama hidupku, baru kali inilah saya berada dalam
ruang kelas,” kata Mbah Kepang,
“Wah yang benar
Mbah!” Seru Unang.
Mbah Kepang
tersenyum.
“Saya tidak bohong,
baru kali ini saya memasuki suatu ruang kelas,” jawab Mbah Kepang. Mendengar
hal itu terdengarlah beberapa anak saling berbisik.
“Mungkin Mbah
Kepang itu tidak pernah bersekolah,” bisik
Sari kepada Dewi yang duduk di
sampingnya.
“Kalau tidak bersekolah,
berarti Mbah Kepang itu buta huruf, dong!” bisik Dewi.
Mbah Kepang
mendengar bisikan itu. Ia pun tersenyum.
“Anak-anak, aku
memang tidak pernah bersekolah dan tidak pula memiliki ijasah, namun aku tidak
buta huruf. Aku bisa menulis dan bisa membaca secara baik,” kata Mbah Kepang.
“Anak-anak, syukurlah di alam kemerdekaan ini
kalian bisa bersekolah dengan baik. Hal itu
tak lepas dari perjuangan para pejuang, termasuk para pejuang yang ada
di Desa Pasir Luhur ini,” kata Mbah Kepang.
“Oh, iya..., jadi
desa kita ini mempunyai tokoh pejuang, ya!” Seru Unang. Mbah Kepang tersenyum
dan menganguk-angguk.
“Adakah diantara kalian yang pernah pergi ke Gumuk
Pasir Luhur yang ada pohon beringin putihnya?” tanya Mbah Kepang.
Atas pertanyaan
Mbah Kepang tersebut membuat Surya dan teman-temannya saling pandang dan saling
memberikan kode seperti orang ketakutan.
“Kami belum pernah
ke tempat itu, konon tempat itu angker dan menakutkan, Mbah!” kata Ali.
“Iya Mbah, kata
orang, di bukit itu pernah ada seorang maling yang mati mengerikan,” kata Sari.
Mendengar
pernyataan dari Ali, Sari, dan teman-temannya tersebut Mbah Kepang tersenyum.
“Anak-anak,
tepatnya tempat itu keramat, bukan angker atau
tempat yang menakutkan. Sejak dulu sampai saat ini tempat
itu memang tidak ada yang merawat, akibatnya gumuk atau bukit kecil itu menjadi
seperti semak belukar. Itu semua juga
karena ancaman Jepang. Siapa saja yang berani datang ke tempat itu akan dihukum
gantung.
“Barangkali
diantara kalian pernah dengar adanya peristiwa kematian seorang maling di
tempat itu pada beberapa waktu lalu?” tanya Mbah Kepang.
“Ya-ya dengar,
Mbah!” seru Ali dan beberapa temannya.
“Kematian maling
itu bukan disebabkan karena marahnya ‘jin atau setan sebagai penunggu’ di situ,
melainkan karena kecelakaan. Maling itu terpeleset jatuh dan kepalanya
membentur batu gilang yang ada di bawah pohon beringin putih,” kata Mbah
Kepang.
“Anak-anakku, perlu
kalian ketahui, bahwa di Gumuk Pasir Luhur itu terdapat makam dari seorang
pejuang wanita Pasir Luhur yang bernama Wayang Rati. Ia satu-satunya putri dari
Demang Pasir Luhur. Nah, kehadiranku di
dalam kelas ini seperti yang diinginkan oleh Bapak Bekti ialah berkisah tentang
sepenggal perjuangan Demang Pasir Luhur dan Wayang Rati melawan penjajah
Jepang,” kata Mbah Kepang.
Setelah minum air
kopi yang disediakan, Mbah Kepang pun mulai berkisah. Dengan suaranya yang
cukup besar dan mantap ia mengawali ceritanya di sekitar awal tahun 1945. Pada
tahun 1941 Jepang mengobarkan peperangan besar terhadap Amerika Serikat.
Pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Hawai, yaitu Pearl Harbor diserang
dan dibumi hanguskannya.
Pada tanggal 11
Januari 1942 Jepang menyerbu ke Indonesia atau Hindia Belanda yang saat itu
masih dikuasai Belanda. Pertama kali Jepang mendarat di Tarakan, Kalimantan
Timur.
"Belanda,
orang Eropa yang tinggi besar dan berambut jagung itu, eee... ternyata keok
atau takut dengan orang-orang Jepang yang kate, cebol atau liliput itu! kata
Mbah Kepang dengan bergurau.
Pada tanggal 8
Maret 1942 Panglima Angkatan Perang Belanda, yaitu Letnan Jenderal H Ter
Poorten menyerah tanpa syarat kepada Letnan Jenderal Hitoshi Imamura Panglima
Perang Jepang!" kata Mbah Kepang.
la kisahkan, bahwa
dengan menyerahnya Belanda kepada Jepang, berarti berakhir pula masa
pemerintahan Hindia Belanda dan berganti dengan masa penguasaan Jepang.
Disebutkannya,
bahwa ketika itu di Indonesia telah berdiri organisasi-organisasi kebangsaan
yang bertujuan mewujudkan persataan dan kesatuan. Misalnya dengan berdirinya
Boedi Oetomo, Sarekat Islam, Perhimpunan In-donesia, Partai Nasional Indonesia,
dan juga lahirnya perkumpulan-perkumpulan yang bersifat kedaerahan seperti Jong
Java, Jong Batak, Jong Celebes, Timoress Verbond, dan lain-lain.
Masuknya tentara
Jepang ke Indonesia pada bulan-bulan pertama, kedua, dan ketiga tahun 1942
seakan-akan mendapatkan sambutan baik dari masyarakat. Tokoh-tokoh nasionalis
Indonesia seperti Ir. Sukarno, Drs. Mohammad Hatta seakan bersedia bekerjasama
dengan Jepang.
Mengapa para tokoh
nasionalis Indonesia tersebut bersedia bekerja sama dengan Jepang? Hal itu ada
yang menyebabkannya, yaitu adanya kebangkitan bangsa-bangsa Timur dan adanya
suatu ramalan, yaitu ramalan Joyoboyo. Ramalan Joyoboyo yang hidup di kalangan
rakyat meramalkan, bahwa akan datang orang-orang kate yang akan mengusai
Indonesia selama umur jagung. Setelah
itu Indonesia akan merdeka.
"Adakah, di
antara kalian yang tahu, raja dari kerajaan manakah Joyoboyo itu?" tanya
Mbah Kepang tiba-tiba.
"Dari Kerajaan
Kadiri, Mbah!" jawab Si Tinung dengan suara kecilnya, namun lantang.
"Benar!"
sambut Mbah Kepang. Pak Bekti terbatuk-batuk. Mbah Kepang melihat ke
pergelangan tangan sebelah kiri untuk melihat jam tangannya yang terbuat dari
daun kelapa.
"Pukul berapa,
Mbah?" tanya Bawon menggoda. Mbah Kepang melihat ke atas dan kemudian
melihat ke arah jam mainan ditangannya lagi.
"Pukul dua
tepat!" jawab Mbah Kepang. Seketika itu siswa kelas lima pun tertawa tertahan.
Sedangkan Mbah Kepang dan Pak Bekti tersenyum-senyum.
"Ramalan Prabu
Joyoboyo terbukti. Jepang menguasai Indonesia selama seumur jagung, artinya
tidaklah lama. Jepang menguasai Indonesia selama 3 1/2 tahun. Namun demikian
Jepang telah membuat bangsa Indonesia hidup menderita!" kata Mbah Kepang.
Mbah Kepang minum
air putih. Selanjutnya ia berkisah kembali. Pada masa penjajah Jepang kehidupan
rakyat sangatlah menderitanya. Demikian pula dengan kehidupan rakyat di Desa Pasir
Luhur. ,"Di antara
kita saat itu ada yang bercelana kulit pohon, tikar atau karung beras. Bahan
makanan yang kita makan tiap hari pun tiada menentu. Ada yang hanya makan
ketela, jagung dengan sayur kulit atau bongkol pohon pisang.
Pada saat itu warga
Desa Pasir Luhur diwajibkan bertanam pohon jarak dan membuat beberapa buah gua
di bukit-bukit Pantai Selatan. Kepada rakyat Desa Pasir Luhur Jepang
menjanjikan, bahwa biji jarak yang ditanam oleh rakyat akan mereka beli dengan
harga yang pantas. Sedangkan gua-gua yang dibangun di Pantai Selatan akan
digunakan sebagai tempat perlindungan rakyat manakala tentara Sekutu atau
Amerika Serikat menyerang mereka.
Oleh karena itu
pula, maka Jepang juga mewajibkan kepada para remaja desa untuk menjadi
sukarelawan. Namun apa kenyataannya? Ternyata Jepang tidak memenuhi janjinya. Biji
jarak milik warga desa tidak mereka beli, melainkan harus diserahkan kepada
Jepang. Sementara itu untuk membuat gua-gua di Pantai Selatan ternyata banyak
menimbulkan korban. Ternyata para remaja dan warga desa melaksanakan kerja
paksa, tiada bedanya melaksanakan kerja rodi seperti halnya membuat jalan raya
Anyer-Panarukan pada masa penguasaan Belanda.
Tindakan-tindakan
Jepang yang semena-mena itu pun akhirnya ditentang oleh Demang Pasir Luhur dan putrinya
yang bernama Wayang Rati. Secara diam-diam Ki Demang dan Wayang Rati menyusun
kekuatan rakyat dan mengobarkan perlawanan terhadap Jepang.
Rakyat Desa Pasir
Luhur yang hanya bersenjatakan bambu runcing dan senjata seadanya tersebut
dengan gagah berani melawan tentara Jepang yang bersenjatakan bedil dan alat
tempur lain yang lebih baik dan lebih lengkap. Rakyat Desa Pasir Luhur
berperang melawan Jepang dengan cara bergerilya, yaitu menyerang secara
mendadak dan kemudian segera menghilang. Cara itu seperti yang dilakukan oleh
Pangeran Diponegoro saat melawan Belanda.
Dalam peperangan
tersebut Demang Pasir Luhur tertangkap. la ditahan dan akan dihukum gantung.
Perlawanan terhadap Jepang dilanjutkan oleh Wayang Rati dengan kekasihnya yang
bernama Trunoyuda. la menggalang teman-temannya yang tergabung dalam perguruan
pencak silat Bangau Putih untuk membebaskan Ki Demang Pasir Luhur.
Pada malam itu
sedang hujan deras. Saat itu diperkirakan tepat pukul dua malam, Truno beserta teman-temannya dari
perguruan pencak silat Bangau Putih mulai bergerak memasuki markas tentara
Jepang. Truno memerintahkan kepada teman-temannya untuk melumpuhkan beberapa
orang tentara Jepang yang-sedang bertugas menjaga markas, sedangkan ia sendiri
memasuki sebuah gua tempat Ki Demang Pasir Luhur dipenjarakan.
Dengan gesitnya
Truno mengendap-endap menuju ke tempat Ki Demang dipenjarakan. Tempat tersebut
ternyata hanya dijaga oleh dua orang tentara Jepang. Kedua tentara Jepang
tersebut saat itu tengah mabuk akibat minum-minuman keras atau arak.
Truno seorang
pendekar. Dengan i!mu beladiri yang dimilikinya ia berhasil melumpuhkan kedua
tentara Jepang tersebut. la pun kemudian berhasil mengeluarkan Ki Demang dari
penjara Jepang. Namun kasihan dengan teman-temannya. Lima orang dari tujuh
orang temannya terbunuh oleh tentara Jepang.
"Setiap
perjuangan memang membawa pengorbanan. Demikian pula dengan ka!ian. Kalian
adalah para generasi muda bangsa Indonesia yang sedang berjuang keras untuk
menjadi tunas-tunas bangsa yang pandai dan terampil!" kata Mbah Kepang.
"Wah asyik
juga, ya cerita Mbah Kepang!" seru Bawon bersungguh-sungguh.
"Cerita
selanjutnya bagaimana, Mbah?" tanya Dewi penasaran. Sungguh ia tidak
menduga bila Mbah Kepang bisa berkisah seperti itu. Mbah Kepang dan Pak Bekti
tersenyum.
"Setiap
perjuangan sering menimbulkan korban, demikian pula dengan perjuangan rakyat
Desa Pasir Luhur saat melawan Jepang. Pada suatu pertempuran, Wayang Ratri berhasil
ditembak dan tertangkap hidup. Jepang Ia kemudian menggantungnya di Gumuk Pasir
Luhur.
Perjuangan rakyat
Pasir Luhur baru berakhir ketika bangsa kita berhasil mencapai kemerdekaannya,
yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada saat itu Ki Demang Pasir Luhur telah
tua. la telah berusia sekitar 75 tahun. la meninggal dunia beberapa bulan
kemudian setelah kita merdeka!" kata Mbah Kepang mengakhiri kisahnya.
"Tanya,
Mbah!" seru Unang sambil mengangkat tangannya sebelah kanan.
"Silakan!"
Jawab Mbah Kepang.
"Apakah saat
ini pemuda Truno tersebut masih hidup?" tanya Unang. Mbah Kepang
tersenyum. "la masih hidup. la juga masih ada di desa sini!" jawab
Mbah Kepang.
“Oh iya?” sambut
anak-anak keheranan.
“Ya, ia masih ada
di desa ini. Bila kalian ingin tahu orangnya silakan bertanya kepada Pak
Bekti!" sambungnya. Kemudian Mbah Kepang melihat ke arah jam tangannya
yang terbuat dari daun kelapa.
"Pukul berapa,
Mbah?" tanya Sari bergurau. Mbah Kepang tersenyum.
"Pukul dua
tepat!" jawabnya. Mbah Kepang pun kemudian berpamitan meninggalkan ruang
kelas V. la diantar Pak Bekti sampai di depan pintu kelas.
"Anak-anak,
begitulah sepenggal kisah perjuangan dari rakyat Desa Pasir Luhur pada saat
penjajahan Jepang. Saat itu mereka berjuang dengan pamrih yang sangat mulia,
yaitu menentang penjajahan dan mencapai kemerdekaan bangsa. Para pejuang kita
ada yang masih hidup. Mereka tidak mengharapkan suatu penghargaan atau tanda
jasa,” kata Pak Bekti.
Kemudian Pak Bekti
memberikan contoh pemuda yang bernama Truno. Sampai saat ini Truno masih hidup
di desa ini. Ia hidup sendiri dengan keadaan yang sangat sederhana, bahkan
orang Pasir Luhur pun banyak yang tidak mengetahuinya, terlebih bagi anak-anak
seusia Surya dan teman-temannya.
“Anak-anak, tiap
orang memiliki pribadi tersendiri. Demikian pula dengan Truno. Ia tak pernah
marah kepada anak-anak, walau ia sering diolok-olok dengan pertanyaan “Jam
berapa Mbah Kepang?” ia pun dengan tersenyum melihat ke atas dan lalu menjawab
‘jam dua tepat!’ Nah, siapakah dia? Kalian dapat menyimpulkannya sendiri! Jam dua adalah waktu yang ia tetapkan untuk
menyerbu benteng Jepang,” kata Pak Bekti.
"Hah, Dia!
Mbah Kepang?" seru Surya terkejut.
“Ja-ja-jadi, Mbah
Kepang itu adalah pemuda Truno yang hebat itu!’ seru Dewi.
"Ya, Mbah
Kepang itulah si Truno. la pejuang tanpa tanda jasa. la hidup sendiri di tepi
sungai di hutan bambu. Setiap hari ia berjalan berkeliling desa memanggul
kepang. la menjual kepangnya dengan harga yang murah!" kata Pak Bekti.
“Wow!” seru para
siswa kelas 5 SD Pasir Luhur. Entah mengapa, tiba-tiba suasana dalam kelas diam
dan sunyi. Nampaknya Surya, Dewi, Unang, dan teman-temannya tengah merenungkan
perlakuan dan olok-olok mereka kepada Mbah Kepang. Kini, tahulah mereka siapa
Mbah Kepang itu sebenarnya.
"Anak-anak,
saya telah berbicara dengan kepala sekolah dan Mbah Kepang untuk mengajak
kalian berlatih silat kepadanya. Kita akan berlatih silat pada hari Jumat,
yaitu pada pukul 4 sore di sini, di halaman sekolah!" sambung Pak Bekti.
Maksud dari Pak
Bekti tersebut diterima oleh para siswanya dengan senang hati. Surya dan
teman-temannya bermaksud ingin lebih mengenal Mbah Kepang. Sungguh! Selama ini
mereka tidak tahu kalau Mbah Kepang adalah seorang pejuang.
Mereka hanya tahu
kalau Mbah Kepang itu sekadar orang tua miskin yang tinggal di tepi sungai
dekat hutan bambu. Orang tua yang dempal tersebut hampir setiap hari mereka
jumpai di jalanan, yaitu memanggul kepang dan keliling desa. Saat itu mereka
cenderung meremehkan dan kurang menghormatinya.
Mereka tidak hanya
menggodainya dengan pertanyaan jam berapa, Mbah Kepang? namun juga kadang kala
melemparinya dengan batu kerikil. Namun demikian, godaan-godaan dari anak-anak
desa tersebut tidak menjadikan Mbah Kepang marah. Biasanya ia berhenti dan
tersenyum-senyum saja.
Di hadapan
anak-anak yang melemparinya itu ia mengambil sebuah batu kerikil. Batu kerikil
tersebut ia lemparkan ke atas dan kemudian ia tangkap memakai mulutnya.
Anak-anak kecil itu pun tertawa senang.
Saat itu di atas
langit Desa Pasir Luhur berwama kelabu. Teng! teng! teng! bunyi lonceng
pertanda waktu sekolah telah usai. Tiada beberapa lama kemudian murid-murid SD Pasir
Luhur 01 pun berhamburan ke luar dari kelasnya masing-masing. Bersamaan dengan
itu hujan pun turun rintik-rintik.
***
Bagian 3.
Membuat Kliping
Pak Bekti
mengeluarkan koran, beberapa buah majalah, dan sebuah buku gambar. Satu per
satu barang-barang tersebut ditunjukkannya kepada murid-muridnya.
"Koran dan
majalah-majalah ini terbitan tahun lalu, namun keadaannya masih cukup baik.
Anak-anak, koran dan majalah adalah barang cetakan. koran dan majalah adalah
salah satu sumber informasi. Mengapa koran dan majalah disebut sebagai salah
satu sumber informasi?
Karena koran dan
majalah memuat berita atau informasi yang dapat dimanfaatkan oleh orang atau
pembacanya!" kata Pak Bekti sambil memperlihatkan sebuah buku gambar yang
di dalamnya memuat berita dan gambar atau foto yang berasal dari koran serta
majalah.
"Anak-anak,
pada hari ini saya akan mengajak kalian memanfaatkan koran dan majalah lama
atau-bekas untuk dijadikan suatu sumber informasi baru, yaitu menjadi kliping
seperti contoh ini!" kata Pak Bekti.
Pak Bekti
menerangkan, bahwa kliping berasal dari bahasa Inggris clipping yang artinya
guntingan. Dengan demikian yang dimaksud dengan kliping adalah pengguntingan
dan penataan suatu informasi atau berita dari sumber informasi tertentu untuk
dijadikan sumber informasi dalam bentuk baru.
"Anak-anak,
gampangnya saja kliping itu berupa berita atau gambar dari koran atau majalah
yang kita ambil, yaitu dengan cara memotongnya. Berita tersebut kemudian kita
susun dan ditempelkan pada kertas atau pada buku gambar seperti contoh
ini!" kata Pak Bekti sambil memperlihatkan lembaran-lembaran kliping
kepada siswa-siswanya.
Dijelaskannya pula,
bahwa membuat kliping itu tidak sukar. Setiap murid dapat membuatnya.
Bahan-bahan dan peralatan untuk membuat kliping, antara lain:
1. Koran, majalah, buletin, dan brosur-brosur yang sudah
lama atau yang telah tidak dimanfaatkan;
2. Lembaran-lembaran kertas, misalnya kertas HVS ukuran
folio/kwarto atau buku gambar;
3. gunting atau
alat pemotong kertas lainnya;
4. penggaris;
5. pensil;
6. lem kertas;
7. staples dan
kawatnya;
8. plaster warna
hitam, dan
9. spidol berwarna
Adapun langkah-langkah membuat kliping adalah sebagai
berikut:
1. mempersiapkan
atau menyediakan sumber informasi, yaitu berupa koran, majalah, dan sejenisnya;
2. menentukan atau
memilih bahan informasi atau berita;
3. menggunting
berita/informasi beserta gambar atau foto bila ada;
4. menyusun atau
menempelkan berita/informasi/gambar yang telah digunting tersebut ke lembaran
buku gambar atau ke kertas HVS memakai lem kertas;
5. menjilid untuk
kliping yang dibuat pada lembaran-lembaran kertas HVS dan memperbaiki tampilan
kliping.
Selanjutnya masing-masing dijelaskan oleh Pak Bekti secara
rinci.
1. Mempersiapkan
sumber informasi.
Koran, majalah, buletin, dan brosur adalah contoh dari
sumber informa-si atau berita. Masing-masing berita berisi bermacam-macam
berita/infor-masi. Setiap orang yang mengutip atau memanfaatkan tulisan/berita
atau karya orang lain hendaknya mencantumkan sumbernya. Demikian pula da-lam
pembuatan kliping.
Contoh:
Dalam majalah Budaya
nomor 03, terbitan bulan Agustus 1966, halaman 25 terdapat berita yang berjudul
Kesenian Tradisional Memprihatinkan, ditulis oleh Drs. R.S. Hendra Dinama.
Pada tiap sumber
berita seperti majalah dan koran tentulah dilengkapi atau memiliki: nama, waktu
terbit, judul berita, halaman berita, clan nama penulisnya.
Judul majalah : Budaya 03
Waktu terbit : bulan Agustus
1996
Judul berita : Kesenian
Tradisional Memprihatinkan
Halaman : 25
Penulis : Drs. R.S.
Hendra Dinama
3.
Menentukan atau memilih bahan informasilberita
Berita atau informasi di dalam koran, majalah, dan sejenisnya itu pada dasarnya ada 2 bentuk,
yaitu berita dalam bentuk teks atau bahasa dan berita dalam bentuk gambar atau
foto.
Sedangkan isi beritanya bermacam-macam. Ada berita/informasi
tentang ilmu pengetahuan umum, teknologi, sejarah, pertanian, perkebunan,
peternakan, kesusastraan, keterampilan, dan sebagainya. Isi berita tersebut
dapat dipilih dan dikumpulkan untuk dijadikan bahan kliping.
4.
Menggunting berita/informasi beserta gambarnya.
Berita yang
terdapat dalam koran atau majalah pada umumnya membentuk kolom-kolom. Satu
berita dapat membentuk atau disusun menjadi dua sampai empat kolom dan
kadang-kadang ada pula yang bersambung ke halaman lain.
Berita-berita tersebut ada yang dilengkapi dengan
foto atau gambar, namun ada juga yang tidak disertai dengan foto atau gambar.
Berita/informasi yang dipilih tersebut selanjutnya digunting atau
dipotong-potong seluruhnya.
Apabila berita/informasi yang dipilih untuk
dijadikan bahan kliping berasal dari majalah baru atau yang keadaannya masih
bagus, sebaiknya jangan dipotong langsung, namun hendaknya berita tersebut di
foto copy dahulu. Lembaran foto copy berita itulah yang sebaiknya
dipotong-potong untuk dijadikan bahan kliping.
Bagian-bagian berita/informasi yang digunting untuk
dijadikan bahan kliping meliputi:
a. judul berita;
b. uraian berita dan gambar/fotonya (bila ada);
c. nama media, waktu terbit, dan halaman berita tersebut
dimuat.
5.
Menyusun dan menempelkan beritalinformasi
Berita/informasi yang telah digunting atau
dipotong-potong tersebut selanjutnya ditata/disusun pada kertas HVS atau pada
buku gambar dan direkatkan memakai lem kertas.
Namun sebelum direkatkan dengan lem hendaknya
diperhatikan dahulu apakah seluruh berita tersebut dapat termuat atau tidak
pada lembaran kertas yang disediakan sebagai dasar kliping? Bila diperkirakan
tidak termuat, maka berita tersebut dipotong-potong dahulu mengikuti lajur
kolomnya.
Kemudian kertas pada bagian balik berita diolesi lem
dan ditempelkan pada kertas HVS atau buku gambar. Kolom-kolom berita/informasi
tersebut disusun dari sebelah kiri ke arah kanan.
Bagaimana kalau pada setiap kolom beritanya terlalu
panjang dan tidak termuat pada ukuran kertas HVS atau buku gambar? Dalam hal
ini, maka diadakan pemotongan teks berita. Ukuran kertas/buku gambar, misalnya
21,5 cm x 32,5 cm, maka ruang untuk berita sebaiknya berukuran 18 cm x 28 cm.
Bila berita yang akan ditempelkan tersebut setiap
kolomnya lebih dari 18 cm, misalnya panjang 25 cm, maka sebagian berita sisanya
dipotong.
6. Penataan dan Penyusunan Berita
Berita atau naskah untuk kliping dapat disusun
dengan dua cara, yaitu disusun ke arah lebar ruang halaman kliping atau disusun
ke arah panjang ruang halaman kliping. Adapun langkah-langkah menyusunnya
adalah:
1. menempelkan
judul berita;
2. menempelkan
berita pada kolom pertama;
3. menempelkan foto
atau gambar;
4, menempelkan
berita selanjutnya pada koiom 2,3 dan seterusnya sampai habis;
7.
menempelkan data sumber beritanya.
Adapun penyusunan beritanya secara berurutan dimulai
dari judul, gambar atau foto, naskah berita, nama koran/majalah, waktu terbit,
dan nomor halamannya.
5. Menjilid dan menghias
penampilan kliping
Berita atau
informasi yang akan dijadikan bahan kliping dapat disusun pada
lembaran-lembaran kertas, misalnya pada kertas HVS, kertas ukuran kwarto atau
pada buku gambar.
Berita yang disusun
pada buku gambar tidak perlu dijilid lagi, namun untuk berita/informasi yang
disusun pada lembaran-lembaran kertas selain harus dijilid dengan staples atau
dipaku dahulu juga harus diberi sampul dengan kertas manila. Akan lebih bagus
apabila pada sampulnya dilapisi dengan plastik.
Agar kliping
tersebut diketahui isinya dan nama penulisnya, maka pada sampul kliping, yaitu
pada sampul kertasnya perlu ditulisi judul dan nama penyusunnya.
Tulisan judul dan
nama penyusunnya tersebut dapat ditulis memakai tulisan tangan atau dengan
pengetikan komputer. Ukuran huruf untuk tulisan judul sebaiknya lebih besar
dari pada ukuran huruf untuk tulisan lainnya.
Pemilihan judul
hendaknya disesuaikan dengan isi atau berita yang ada dalam kliping.
Agar terkesan lebih
bagus, maka pada sampul kliping tersebut dapat pula diberi suatu gambar atau
foto yang sesuai dengan isi atau berita di dalam kliping. Gambar atau foto
untuk sampul, misalnya foto candi, gambar atau foto patung, hiasan-hiasan
garis, dan sebagainya.
Bila isi kliping
dapat berupa gambar atau foto tempat-tempat ibadah seperti masjid, gereja, dan
pura. Agar tampilan isi kliping, yaitu pada tiap lembarnya terlihat menarik,
maka setiap berita atau informasi dapat diberi hiasan dengan memakai pewarna.
Misalnya dengan memakai spidol atau cat air.
Hiasan tersebut
dapat berupa garis-garis yang membentuk kolom-kolom atau dengan hiasan-hiasan/gambar
lain yang disukai.
"Perhatikanlah
contoh-contoh hiasan berikut ini!" kata Pak Bekti yang kemudian membuka
lembaran-lembaran isi kliping satu-persatu.
"Wow,
hebat!" seru Kadir.
"Nah, aku suka
hiasan-hiasan bunga itu!" ujar Ratih.
"Bila terdapat
tempat yang masih kosong seperti ini disebabkan karena beritanya hanya sedikit.
Oleh karena itu sebaiknya tempat ini diberi hiasan," kata Pak Bekti.
"Nah anak-anak
demikian cara membuat kliping itu. Mudah bukan?" kata Pak Bekti yang
kemudian terbatuk-batuk.
"Adakah yang
akan kalian tanyakan?" tanyanya kepada murid-muridnya.
"Tanya,
Pak!" kata Ali sambil menunjukkan tangan sebelah kanan.
"Silakan,
Ali!"
"Bagaimana
kalau sumbernya tidak lengkap, misalnya pada tulisan berita tersebut tidak ada
penulis atau pengarangnya?" tanya Ali. Pak Bekti tersenyum.
"Setiap
tulisan yang dimuat pada media cetak, misalnya pada koran atau majalah pasti
ada sumbernya. Bila tidak ada penulisnya pasti ada nama koran atau nama
majalahnya dan nomor halamannya. Hal itu dapat kita pergunakan sebagai
sumbernya!" jawab Pak Bekti.
Teng! teng! teng!
bunyi lonceng tanda waktu sekolah telah usai.
"Anak-anak,
tugas kalian selanjutnya ialah membuat kliping pada sebuah buku gambar ukuran
sedang. Kalian dapat menentukan sendiri isi klipingnya. Kliping tersebut harus
kalian serahkan ke saya pada hari Senin, dua minggu mendatang!"
"Baik,
Pak!" seru Dewi sambil membenahi peralatan sekolahnya. Beberapa saat
kemudian Surya dan teman-temannya terlihat telah berhamburan meninggalkan
sekolahannya.
Ketika sekolah
telah sepi, Pak Bekti baru meninggalkan ruang guru dengan menenteng tas
kulitnya yang warnanya telah pudar. Langkah guru tua yang dikenal sangat
disiplin tersebut sampailah di depan pintu gapura sekolahan.
Dari tempat tersebut
ia memandang ke arah kehijauan sawah yang membentang di sepanjang lereng bukit Pasir
Luhur. Di antara kehijauan tanaman padi tersebut dilihatnya beberapa anak
didiknya berlari berkejar-kejaran di pematang sawah. Pak Bekti tersenyum
seorang diri.
Tiba-tiba ia
terbatuk-batuk. la segera mengeluarkan sapu tangannya untuk menutupi mulutnya.
Setelah batuknya reda dilihatnya sepercik darah menempel di sapu tangannya yang
berwarna biru muda.
***
Bagian 4.
Perpustakaan Sekolah
Saat itu
murid-murid SD Pasir Luhur 01 sedang bekerja bakti. Sambil saling olok dan
bersenda gurau mereka bersih-bersih ruang kelas, ruang guru, ruang
keterampilan, gudang, merawat taman, merawat kebun sekolah, mengapur pagar, dan
lain-lainnya. Kerja bakti tersebut dibimbing oleh wali kelasnya masing-masing.
"He, kau Doni!
Apa yang kau kerjakan di situ?" tanya Pak Bagus kepada Doni siswa kelas VI
yang saat itu sedang duduk di teras sekolah.
"Sedang
istirahat, Pak!" jawab Doni.
"Berapa lama
kau akan istirahat? Hayo kerja lagi sana!" seru Pak Bagus pula sambil
memandangi Doni dengan tajam. Selanjutnya ia bergegas untuk mengikuti kepala
sekolah, yaitu Pak Wirawan dan wakil kepala sekolah, yaitu Bu Ningrum meninjau
hasil kerja bakti yang dilakukan oleh anak didiknya.
Dengan ogah-ogahan
Doni beranjak dari tempat duduknya. la tidak menuju ke tempat teman-teman yang
sedang mengapur pagar, melainkan ke gudang. la membantu Surya dan
kawan-kawannya membersihkan gudang.
"Isinya, kok
dikeluarkan semua. Gudang ini untuk apa, Pak?" tanya Doni kepada Pak Bekti.
"Ruang ini
akan kita sulap menjadi ruang perpustakaan! Bagaimana pendapatmu, Don?"
jawab Pak Bekti.
"Bagus sekali,
Pak! Menurutku perpustakaan itu penting, Pak. Sekolahan yang tidak punya
perpustakaan itu kesannya, kok..., agak janggal begitulah, Pak!" jawab
Doni. Pak Bekti tersenyum.
Sementara itu Pak
Wirawan, Bu Ningrum, dan Pak Bagus menyaksikan kegiatan kerja bakti anak
didiknya dari teras sekolahan. Dari samping kepala sekolah dan wakil kepala
sekolah tersebut Pak Bagus mengarahkan anak didiknya.
“He, Sari Gendut, bunga itu jangan diletakkan di
situ, tapi letakkan di halaman di depan kantor Bapak Kepala Sekolah!” teriak
Pak Bagus kepada Sari.
“He, kau Jamal dan
Kabul, kursi dan meja rusak itu kumpulkan di gudang sana!” teriak Pak Bagus
kepada Jamal dan Kabul yang tengah menggotong kursi rusak. Menyaksikan kerja
Pak Bagus tersebut Pak Wirawan tersenyum-sunyum dan mengangguk-angguk.
"Pada bulan
Juli nanti akan ada lomba guru teladan tingkat kabupaten dan provinsi. Apakah
Bu Ningrum bersedia untuk mengikutinya?" tanya Pak Wirawan. Bu Ningrum
tersipu-sipu.
"Akh! Saya
sudah tua, Pak. Selain itu pengetahuan saya ini..., akh, tidak nutut!"
jawab Bu Ningrum bergurau.
"Kalau begitu
siapa yang pantas untuk mengikutinya?" tanya kepala sekolah. Bu Ningrum
tersenyum. la kemudian mengusulkan Pak Bagus. Bu Ningrum berpendapat, bahwa Pak
Bagus itu selain sarjana, tetapi juga masih muda dan bersemangat.
"Akh, jangan
begitu, Bu. Kalau soal pengetahuan sih, tidak masalah. Tetapi kalau ada tes
bahasa Inggris dan komputernya itulah yang agak menyulitkan saya!" jawab
Pak Bagus.
"Lho, katanya.
Pak Bagus dapat berbahasa Inggris dan menjalankan computer secara baik?"
tanya Bu Ningrum.
"Saya memang
dapat berbahasa Inggris dan menjalankan komputer, tetapi tidak menguasai betul.
Saya hanya dapat cas-cis-cus dan klak-klik-kluk saja!" ujar Pak Bagus
sambil tertawa.
Pak Wirawan
mengangguk-angguk. “Baiklah, akan saya pikirkan,” kata Pak Wirawan. la kemudian
kembali ke ruangan kantornya. Dari jendela kaca di ruang kepala sekolah
tersebut dilihatnya Pak Bekti sedang duduk istirahat bersama beberapa anak
didiknya di teras gudang. Mereka bersenda gurau penuh keakraban. Sedangkan di
tempat lain, yaitu di teras kelas V dilihatnya Pak Bagus dan Bu Ningrum Nampak
sibuk mengarahkan para siswa yang sedang kerja bakti.
"Pak Bekti
guru yang baik. la lugu, namun juga pemberani. la memiliki pemikiran-pemikiran
yang baik terhadap kemajuan sekolah. la juga disiplin dan loyal pada
profesinya. Sayangnya ia sudah tua dan sakit-sakitan. Tiga tahun lagi ia sudah
pensiun! Keadaan dia berbeda jauh dengan keadaan Pak Bagus! Akh, siapa diantara
dua orang itu yang pantas kutugaskan untuk mengikuti lomba guru teladan tahun
ini?" pikir Pak Wirawan.
Satu bulan kemudian
di pagi hari, kemeriahan terjadi di SDN Pasir Luhur. Ratusan siswa dan orang
tua siswa memenuhi halaman sekolah yang cukup luas dan cukup rindang. Di bawah
tenda berpanggung, nampak Ali, Unang, Dewi, Sari, dan teman-temannya sedang
asik menabuh gamelan Jawa. Hari itu adalah hari khusus untuk peresmian
perpustakaan SDN Pasir Luhur.
Oleh sekolah, acara
peresmian perpustakaan tersebut ditetapkan sebagai acara khusus. Pada acara
hari itu semua siswa tidak berseragam sekolah, melainkan berbusana seni budaya
daerah Indonesia. Para guru pria seluruhnya berbusana Jawa, yaitu berjarit,
bersurjan batik, berblangkon, dan bersandal selop, sedangkan para ibu guru
berbusana Kartini.
Acara peresmian
perpustakaan diawali dengan kata pengantar pembawa acara oleh Nunik siswa kelas
VI dan penyampaian doa oleh seorang wali siswa. Acara dilanjutkan dengan
tampilnya sendra tari “Ganesya Krida.” Tarian ini diramu oleh Pak Bekti. Tarian
ini menyerupai tarian dalam pewayangan, yaitu tari Arjuna melawan raksasa
bernama Cakil. Namun nama-nama itu oleh Pak Bekti digantinya dengan sebutan
Raden Ganesya untuk Arjuna dan Yaksa Krida untuk Cakil.
Selain itu pada
tarian tersebut dimunculkannya pula lima penari para bidadari sebagai latar yang
selalu menari-nari sambil menebarkan bunga kantil. Arti dari tarian “Ganesya
Krida” ini ialah penggambaran dari upaya memerangi kebodohan dan pentingnya
ilmu pengetahuan bagi peradaban dan kebudayaan manusia.
Acara pun berlanjut
dengan sambutan dan peresmian oleh Pak Wirawan selaku kepala sekolah. Dalam
sambutannya, Pak Wirawan menekankan pada pentingnya perpustakaan sekolah.
"Mulai hari
ini semua siswa saya wajibkan menjadi anggota perpustakaan dan Bapak-Ibu Guru
wajib melakukan pembinaan kepada siswanya untuk memanfaatkan perpustakaan.
Anak-anak, perpustakaan itu tiada ubahnya sebagai jantung sekolah atau sokoguru
sekolah. Olehkarena itu apabila kalian ingin pandai, berpengetahuan luas, dan
ingin memiliki keterampilan dalam bidang-bidang tertentu, maka kalian harus
memanfaatkan perpustakaan.
Perlu saya umumkan,
bahwa menurut laporan dari Pak Bekti perpustaka-an sekolah kita memiliki 1.450
judul atau 1.750 eksemplar buku, 30 kliping, 50 eksemplar majalah serta surat
kabar. Semua koleksi perpustakaan tersebut disediakan untuk kalian
manfaatkan!" kata kepala sekolah.
Seusai memberikan
sambutannya, kepala sekolah pun kemudian mengunjungi perpustakaan dengan
disertai oleh para guru dan siswa. Di perpustakaan mereka dilayani oleh Surya,
Ali, Unang, Sari, Dewi, Bawon, dan Doni. Surya dan teman-temannya itulah yang
telah membantu Pak Bekti membenahi perpustakaan.
Ruang perpustakaan
SD Pasir Luhur 01 berukuran 7x8 meter. Ruangan tersebut digunakan untuk tempat
pameran koleksi, tempat layanan, tempat koleksi/tempat membaca, dan sebuah
ruangan untuk guru pengelola perpustakaan.
1.
Tempat Pameran Koleksi
Tempat pameran koleksi menyerupai almari atau rak buku,
namun ukurannya lebih kecil. Barang tersebut terletak di dekat pintu masuk dan dapat
terlihat dari luar. Di tempat itulah buku-buku baru dipajang atau dipamerkan,
2.
Tempat Layanan
Ruang layanan atau sirkulasi merupakan tempat untuk melayani
para pengunjung dan sekaligus untuk melayani peminjaman serta pengembalian
koleksi perpustakaan. Ruang layanan atau sirkulasi tersebut terletak dekat
pintu masuk perpustakaan. Di situ pula terdapat tempat penitipan tas dari para
pengunjung atau peminjam koleksi perpustakaan.
3.
Tidak jauh dari
tempat layanan tersebut terdapat sebuah kotak katalog. Di dalam laci-lacinya
terdapat kartu-kartu katalog. Kartu katalog berukuran 12,5 cm x 7,5 cm. Kartu
katalog tersebut terbuat dari kertas gambar.
Melalui kartu katalog tersebut kita dapat
mengetahui: judul-judul koleksi perpustakaan; berbagai isi buku koleksi, dan nama-nama pengarang atau penulisnya.
Dengan adanya kartu
katalog itu akan sangat membantu para peminjam koleksi. Melalui kartu katalog
itu para peminjarn koleksi akan sangat mudah menemukan buku koleksi yang
diinginkan di rak-rak koleksi.
"Oleh karena
itu saya harapkan kalian dapat mengetahui manfaat dari kartu katalog ini. Kartu
katalog ini sangat membantu kalian untuk segera mendapatkan buku/koleksi yang
kalian inginkan!" kata Pak Bekti kepada Surya dan teman-temannya saat
membenahi perpustakaanpada beberapa hari yang lalu.
Saat itu Pak Bekti
juga menjelaskan, bahwa koleksi perpustakaan itu terdiri dari berbagai
informasi ilmu pengetahuan dan keterampiian. Oleh karena itu untuk mempermudah
mendapatkan informasi tentang suatu bidang tertentu, khususnya di perpustakaan,
maka seorang ahli perpustakaan bernama Malvil Dewey dari Amerika Serikat
mengklasifikasikan ilmu pengetahuan menjadi 10 kelompok besar.
Temuannya tersebut
kemudian dikenal dengan sistem DDC (Decimal Dewey Classification). Sistem DDC
inilah yang digunakan untuk mengelola perpustakaan-perpustakaan di dunia. Ke-10
kelompok besar ilmu pengetahuan tersebui, antara lain:
a. angka 000 untuk karya umum Contohnya kamus, majalah, dan koran;
b. angka 100 untuk filsafat dan psikologi;
c. angka 200 untuk agama. Contohnya agama Islam, agama Nasrani,
sejarah gereja;
d. angka 300 untuk ilmu-ilmu social. Contohnya ilmu ekonomi, ilmu
hukum, pendidikan, perdagangan, adat istiadat dan kebiasaan termasuk cerita
rakyat;
e. angka 400 untuk bahasa. Contohnya bahasa Indonesia, bahasa
Inggris, bahasa Jerman, bahasa Jepang, bahasa Arab;
f. angka 500 untuk ilmu-ilmu murni/IPA. Contohnya matematika,
berhitung, ilmu ukur, tata surya, bunyi, cahaya, kimia, iklim, dan sebagainya;
angka 600 untuk ilmu-ilmu terapan (teknologi). Contohnya kedokteran/pergobatan/kesehatan,
permesinan, komputer, pertanian, kesejahteraan keluarga, manajemen, pabrik,
gedung bangunan. dan lain-lain;
h. angka 700 untuk kesenian, hiburan, olahraga. Contoh kesenian,
dekorasi, tata kota, pertamanan, menggambar/melukis, fotografi, musik, seni
pertunjukanlhiburan, dan olahraga;
i. angka 800 untuk kesusastraan. Contohnya kesusastraan Indonesia,
kesusastraan Inggris;
j. angka 900 untuk geografi dan sejarah umum. Contohnya geografi dan
sejarah umum Asia, biografi, dan lain-lain.
Untuk memudahkan
pembaca mencari dan mendapatkan buku yang diinginkan, maka angka-angka
klasifikasi tersebut ditulis pada selembar kertas dan selanjutnya ditempelkan
pada rak-rak koleksi bagian atas.
"Misalnya Surya
bermaksud meminjam buku matematika, maka. Surya harus menuju ke rak yang di
bagian atasnya ada angka 500. Mengapa? Karena matematika memiliki angka
klasifikasi 510.
Contoh lain,
misalnya Unang ingin mendapatkan sebuah buku cerita rakyat dari Papua, atau
dari Kalimantan, maka Unang harus mencarinya di rak berangka 300. Mengapa?
Karena cerita rakyat itu memiliki angka klasifikasi 398" kata Pak Bekti.
Tentang kegunaan
dari kartu katalog yang terdapat dalam laci kotak katalog Pak Bekti
menerangkan, bahwa kartu katalog tersebut juga memudahkan kita untuk mendapatkan
buku atau koleksi yang diinginkan. Misalnya kita ingin mendapatkan buku tentang
cara beternak ayam, maka carilah di katalog isi/subyek atau pada katalog judul.
Bila kita ingin mendapatkan nama pengarang atau penulis buku, maka carilah pada
katalog pengarang.
***
Bagian 5.
Warisan
Saat itu pada hari minggu. Surya, Ali, Unang, Sari, dan
Dewi mengunjungi Mbah Kepang yang berada di tepi sungai dekat Bukit Pasir Luhur
yang angker. Mereka membawa oleh-oleh ala kadarnya. Ali dan Unang membawa 2
buah kelapa muda, Sari membawa beberapa buah mangga, Surya membawa telur itik, dan
Dewi membawa nasi beserta sayurnya. Rumah
Mbah Kepang sangatlah sederhana, semuanya terbuat dari batang bambu, kecuali
atapnya yang terbuat dari daun kelapa yang dianyam. Rumah itu dikelilingi oleh kerimbunan
pohon bambu.
Secara kebetulan di tempat tersebut Surya dan
teman-temannya bertemu dengan 3 orang mahasiswa KKN, yaitu Mas Setyoko, Mas
Rama, dan Mbak Niken. Saat itu mereka tengah asik ngobrol dengan Mbah Kepang di
halaman rumah, duduk beralaskan tikar daun kelapa.
Dari para mahasiswa KKN tersebut Surya dan teman-temannya
mendapatkan suatu cerita yang bermanfaat. Mereka semakin mengerti, bahwa ilmu
pengetahuan dan keterampilan itu sangat penting. Sedangkan untuk mendapatkannya
memerlukan perjuangan.
"Orang-orang yang pandai atau yang berhasil dalam
hidupnya, karena mereka mau berjuang dan mau belajar!" kata Setyoko. Setyoko
berasal dari kota provinsi. la bukan dari keluarga yang kaya. Pekerjaan orang tuanya
hanyalah merawat dan berjualan tanaman hias di tepi jalan raya.
"Lahan yang kami gunakan untuk merawat dan berjualan
tanaman hias tadi bukanlah milik kami, melainkan milik negara. Dengan demikian
sewaktu-waktu kami dapat digusur. Demikian pula dengan rumah kami!" kata
Setyoko sambil tertawa.
"Lho, mengapa dapat digusur, Mas?" tanya Surya.
Setyoko dan teman-temannya tersenyum. Selanjutnya ia jelaskan, bahwa rumah
Setyoko didirikan di tepi sungai. Tanah di tepi sungai tersebut adalah milik
pemerintah atau agraria. Dengan demikian semua bangunan yang berjubel di tepi
sungai tersebut sewaktu-waktu dapat digusur. Setyoko berkisah, bahwa ia pun
sejak SD klas 4 telah membantu orang tuanya.
"Ketika itu saya hanya membantu menyirami tanaman dan
membantu pekerjaan lain yang kecil-kecilan. Ketika saya sudah kelas 5, saya
mulai dapat membantu memupuk dan mencangkok tanaman. Rekerjaan itu sampai saat
ini masih saya lakukan. Dengan demikian sekolah dan kuliah saya ini saya biayai
sendiri, yaitu dengan berjualan tanaman hias!" ungkap Setyoko.
"Apa yang dilakukan Mas Setyoko tersebut tidak jauh
berbeda dengan yang saya lakukan. Kalau Mas Setyoko berjurusan pertanian, maka
saya berjurusan peternakan!" kata Rama.
Selanjutnya Rama berkisah, bahwa orang tuanya hanyalah
seorang petani yang memiliki sawah sempit. Untuk mencukupi kebutuhannya
sehari-hari ibunya terpaksa bekerja sebagai pembantu dikeluarganya pak lurah,
yaitu membantu memasak dan mencuci pakaian.
"Ketika saya klas 5 SD, ayahku mulai mencoba beternak
itik. Pada awalnya kami hanya memiliki 10 ekor itik. Setiap pagi ayahku membawa
itik-itiknya mencari makan ke sawah atau ke sungai. Saat itu saya belum dapat
memberikan bantuan apa-apa. Kerja saya saat itu hanya belajar dan bermain. Saat
itu saya suka bermain layang-layang, bermain gangsing, memancing belut di sawah
atau sungai, dan bermain sepak bola.
Saya mulai dapat membantu orang tua ketika saya sudah
sekolah di SLTP. Saat itu saya mulai senang mengunjungi perpustakaan. Di
perpustakaan sekolah itulah saya dapatkan beberapa buah buku tentang cara
beternak itik petelur.
Buku tersebut saya pelajari bersama ayahku. Kepada ayahku
saya usulkan agar beternak itik dengan cara yang diuraikan dalam buku tersebut,
yaitu beternak itik dengan cara dikandangkan!"
"Dikandangkan bagaimana, Mas?" tanya Surya. Rama
menjelaskan, bahwa cara beternak itik dengan cara dikandangkan itu berbeda
dengan beternak itik cara lama atau cara tradisional. Pada beternak itik cara
tradisional, itik dibiarkan memenuhi kebutuhan makan dan minumnya sendiri,
yaitu dengan cara di gembalakan secara bebas ke sawah atau ke sungai.
Ketika senja hari itik-itik tersebut dikandangkannya di
rumah. Pekerjaan tersebut dilakukannya pada setiap hari. Dengan. demikian si
peternak tidak memperhatikan jenis makanan itiknya dan juga tidak memperhatikan
kebutuhan gizinya.
Berbeda dengan beternak itik cara dikandangkan. Di sini
semua itik diternakan di dalam kandang. Semua kebutuhan itik, misalnya makan dan
minumnya harus dipenuhi oleh si peternak.
"Sejak itulah kami beternak itik dengan cara
dikandangkan. Itik kami saat itu berjumlah 50 ekor. Itik tersebut kami
kandangkan pada lahan belakang rumah yang berukuran 4 meter x 9 meter atau
seluas 36 meter persegi.
Lahan seluas itu dipagari dengan bilahan bambu setinggi 1
meter seluruhnya. Di dalam pagar tersebut didirikanlah kandang berukuran 4
meter x 4 meter dan sisanya, yaitu 4 meter x 5 meter dipergunakan untuk halamannya.
Pada halaman itulah dibuatkan sebuah kolam kecil berukuran 1 meter x 3 meter
sebagai tempat minum dan mandi itik!" kata Rama.
"Apakah sampai saat ini Mas Rama masih beternak
itik?" tanya Sari. Rama tersenyum dan mengangguk.
"Seperti Mas Setyoko, sekolah dan kuliah saya pun
dapat berlanjut karena beternak itik petelur!" jawab Rama.
"Suatu cita-cita atau tujuan akan didapat, manakala
diupayakan secara bersungguh-sungguh. Demikian pula ketika bangsa kita berjuang
mencapai kemerdekaan. Untuk merdeka tersebut bangsa kita telah berjuang dan
berkorban. Tidak hanya berkorban harta benda, namun juga jiwa-raga!"
timpal Mbah Kepang.
"Oleh karena itu, bila kalian ingin seperti Mas
setyoko, Mas Rama, dan Mbak Niken, maka kalian harus berjuang keras, yaitu
dengan belajar yang rajin!" sambungnya.
Saat itu tiada terasa waktu telah menunjukkan pukul 14.15.
Setyoko dan Surya beserta teman-temannya berpamitan kepada Mbah Kepang untuk
pulang ke rumahnya masing-masing.
Hingga dua bulan kemudian. Kepala sekolah SD Pasir Luhur,
yaitu Pak Wirawan menunjuk Pak Bekti untuk mengikuti lomba guru teladan
sedangkan Pak Bagus untuk sementara ditugasinya menggantikan Pak Bekti untuk
mengelola perpustakaan sekolah. Pak Bagus membuat gebrakan. Murid Was 4, 5, dan
6 ditugasinya membuat kliping. Kliping-kliping tersebut harus dikumpulkan dalam
waktu seminggu. Murid yang terlambat mengumpulkan tugasnya diberinya hukuman,
yaitu membuat dua buah kliping.
Kepada kepala
sekolah dan komite Pak Bagus mengusulkan agar perpustakaan mendapatkan bantuan
dana operasional yang memadai. Dana itu akan digunakan untuk membeli buku-buku
baru dan sebuah computer untuk enternet. Usulan Pak Bagus disetujui, namun
jumlah dana bantuannya lebih kecil bila dibandingkan dengan dana usulan dari
Pak Bagus. Hal itu nampaknya mengecewakan hatinya, oleh karena itu Pak Bagus
mulai ogah-ogahan mengelola perpustakaan.
Pada suatu hari Pak
Bekti muncul di sekolah. la melapor kepada kepala sekolah, bahwa ia telah lulus
dari lomba guru teladan pada tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten. Untuk
selanjutnya Pak Bekti mengikuti lomba guru teladan pada tingkat provinsi.
Saat itu Pak Bekti
menyempatkan diri memasuki perpustakaan. la disambut oleh Surya dan
teman-temannya dengan riang gembira. Mereka ditraktir Pak Bekti makan nasi
pecel.
"Ada kabar
gembira untuk kalian dan untuk perpustakaan kita!" kata Pak Bekti saat
makan nasi pecel di kantin sekolah.
"Kabar tentang
apa, Pak?" tanya Dewi.
"Kabar ini
telah saya laporkan kepada kepala sekolah dan ia sangat menyetujuinya!"
jawab Pak Bekti.
Kepada Surya dan
teman-temannya ia sampaikan, bahwa selama mengikuti lomba guru teladan di
tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten Pak Bekti telah mengadakan kerjasama
dengan beberapa toko buku dan penerbit. Beberapa toko buku dan beberapa
penerbit bersedia mengirimkan sebuah judul buku baru secara gratis ke
perpustakaan.
Selain itu mereka
juga akan mengirimkan daftar atau katalog buku. Daftar atau katalog buku adalah
sebuah buku yang berisi judul-judul buku yang disertai dengan nama penerbit,
pengarang, dan harga satuannya serta diterbitkan setiap tahun.
"Selain itu
saya juga mengadakan kerjasama dengan perpustakaan sekolah lain di kecamatan
ini. Dengan adanya kerjasama di bidang perpustakaan ini berarti kalian dapat berkunjung
dan meminjam koleksi di perpustakaan sekolah tersebut.
Demikian pula
sebaliknya. Siswa dari sekolahan tersebut dapat berkunjung dan meminjam koleksi
di perpustakaan kita. Kerjasama seperti itu di bidang perpustakaan disebut
dengan Silang Layan!" kata Pak Bekti.
"Wow,
asyik!" seru Doni dan Bawon bersamaan. Pak Bekti tersenyum.
"Apakah
perpustakaan kita juga bekerjasama dengan perpustakaan SD Kristen, Pak?"
ujar Doni dengan senang hati.
"Memangnya di
sana ada apanya?" tanya Sari penasaran. Doni tersenyum menggoda.
"Kata teman-teman
yang sekolah di sana, di perpustakaan SD Kristen memiliki banyak buku komik seperti
Doraemon, Asterik, Kapten Kid, Kobo Chan, Boy Action, Astro Boy, Avatar, dan
lain-lainnya!" aku Doni,
"Benarkah?"
tanya Unang.
"lya, sungguh.
Masa teman-temanku yang sekolah di sana bohong padaku!" jawab Doni. Mendengarkan
celoteh dari murid-muridnya tersebut Pak Bekti tersenyum, namun dalam hatinya
juga prihatin. Ternyata anak-anak seperti Doni tersebut telah kecanduan buku
komik asing. Dengan banyaknya komik berbudaya asing ia khawatirkan akan
mempengaruhi budaya para generasi bangsa. Mereka akan lebih mengenal pada
budaya asing daripada budaya bangsa sendiri.
“Saya belum sempat
ke SD Kristen itu, namun boleh juga untuk kita adakan jalin bersilang layan
dengan SD itu. Hal itu akan semakin memperbanyak kasanah koleksi perpustakaan
dan kasanah ilmu pengetahuan kita,” kata Pak Bekti yang kemudian terbatuk-batuk.
“Yup, yes! hidup
SDN Pasir Luhur!” teriak Doni seketika sambil menggerakkan kedua tanganya yang
menyiku di depan dada.
Dua bulan kemudian,
pada hari Jumat pukul 10.30. Suatu berita duka mengejutkan kepala sekolah,
guru, dan siswa SD Pasir Luhur 01. Pada hari itu mereka mendapatkan kabar,
bahwa Pak Bekti telah meninggal dunia. Pak Bekti meninggal dunia sehari setelah
mengikuti lomba guru teladan tingkat nasional di ibukota.
Hari itu rasa duka
menyelimuti hati orang-orang di SD Pasir Luhur 01. Seketika itu pula kepala
sekolah mengajak para guru dan beberapa anak didiknya berkunjung ke rumah Pak
Bekti. Di sana mereka salat berjamaah. Di sana mereka memanjatkan doa dan memohon
petunjuk kepada Tuhan. Semoga arwah Pak Bekti diterima di sisi-Nya. Semoga
keluarga yang ditinggalkannya tetap tabah menghadapinya.
Dua minggu kemudian
munculah berita gembira. Kepala sekolah menerima surat pengumuman dari Panitia
Lomba Guru Teladan Tingkat Nasional. Dalam surat tersebut menyatakan, bahwa
guru SDN Pasir Luhur 01 yang bernama Waskita Bekti Nugraha adalah pemenang
pertama Lomba Guru Teladan Tingkat
Nasional Guru Sekolah Dasar. Atas kemenangannya tersebut yang bersangkutan
harus hadir untuk menerima tanda penghargaan dari presiden di Istana Negara
pada saat memperingati hari pendidikan nasional dan hari kemerdekaan. @
KEPUSTAKAAN
1.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Ejaan Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
2.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
3.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.
4.
Mastini Hardjoprakoso. 1993. Terjemahan Ringkasan Klasifikasi Desimal Dewey dan
Indeks Relatif. Jakarta: Perpustakaan Nasional R.I.
5.
Siti Sri Sundari. 1982. Ingin Jadi wartawan. Jakarta: PN. Balai Pustaka.
6.
Soejono Trimo, MLS. 1986. Pengembangan Pendidikan. Bandung: CV. Remaja Karya.
7.
Towa P. Hamakonda, MLS, Drs. 1995. Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey.
Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
8.
Wilson Nadeak, Drs. 1987. Cara-cara Bercerita. Bandung: Binacipta.
Komentar
Posting Komentar