Membaca Sejarah Probolinggo

Peristiwa di Balik Hari Jadi Kota Probolinggo
dan Kabupaten Probolinggo



Nama tempat, desa, daerah, wilayah atau penetapan “hari jadinya” pada umumnya dipertimbangkan dengan adanya sejarah atau peristiwa yang terjadi. Demikian pula dengan penetapan “hari jadi” Kota Probolinggo dan Kabupaten Probolinggo.
Hari Jadi Kota Probolinggo ditetapkan pada 4 September 1359  sedangkan Hari Jadi Kabupaten Probolinggo pada 18 April 1746 dengan dasar hukum yang sama, yaitu: UU No. 12/1950.
Latar belakang sejarah pertimbangan penetapan hari jadi Kota Probolinggo dan Kabupaten Probolinggo sebenarnya hampir sama, perbedaannya hanya dalam pilihan waktu sejarahnya. Sejarah masing-masing berisikan, antara lain:
1.     sejarah “kunjungan Hayam Wuruk, raja Majapahit dan rombongan ke Lumajang dan Banger tahun 1359. Peristiwa di sini dijadikan hari jadi Kota Probolinggo;
2.     sejarah  perkembangan Banger sebagai bagian wilayah dari Bhre Wirabumi pada masa Majaphit;
3.     sejarah perkembangan Banger pada masa Kerajaan Mataram Islam dan VOC di masa pemerintah Hindia Belanda. Peristiwa di sini dijadikan hari jadi Kabupaten Probolinggo

Bagaimana catatan sejarahnya?

A.  Versi Hari Jadi Kota Probolinggo ditetapkan pada 4 September 1359.

    Penetapan hari jadi tersebut dipertimbangkan dari peristiwa kunjungan Hayam Wuruk Raja Majapahit (1350-1389 M) ke Lumajang. Dalam kunjungannya ke Lumajang pada bulan purnama dalam Bhadrapada tahun saka 1281 atau sekira minggu pertama September 1359 M, Perjalanan Raja Hayam Wuruk tersebut tercatat di dalam Kakawin Nagarakretagama yang ditulis oleh Dang Acarya Nadendra yang bernama samaran Mpu Prapanca. Naskah ini selesai ditulis pada bulan Aswina tahun Saka 1287 (September - Oktober 1365 Masehi).
    Ketua panitia perjalanan raja ini ialah Mahapati Gajah Mada (Mpu Prapanca menuliskan tentang Gajah Mada sebagai orang yang cerdas dan ahli siasat/strategi). Rombongan kunjungan tiada bedanya dengan suatu karnafal yang sangat besar. Mengapa demikian? Karena perjalanan ini diikuti oleh para raja daerah (gubernur) yang disebut “Bhre,” dan keluarganya dengan menaiki ratusan kereta-pedati yang ditarik sapi, para pengawal masing-masing “Bhre” dan para prajurit Bhayangkari yang naik kuda. Para ahli sejarah memprediksi panjang rombongan mencapai 7 km.
    Dalam kunjungan tersebut Prabu Hayam Wuruk singgah di Desa Banger, Desa Baremi, dan Desa Borang. Desa tersebut sekarang ini menjadi bagian wilayah administrasi Kecamatan Mayangan Kota Probolinggo (Kelurahan Sukabumi, Mangunharjo, Wiroborang). Kehadiran Prabu Hayam Wuruk tersebut disambut masyarakat sekitar dengan penuh sukacita.
    “Pada hari Kamis Pahing (Respati Jenar) tanggal 4 September 1359 Masehi, Prabu Hayam Wuruk memerintahkan kepada rakyat Banger agar memperluas Banger dengan membuka hutan yang ada di sekitarnya yang selanjutnya akan dijadikan sebagai pusat pemerintahan.” Perintah itulah yang akhirnya menjadi landasan sejarah hari lahirnya Kota Probolinggo.
       
    Peristiwa itu sebenarnya bersumber dari catatan Mpu Prapanca pada baris 4 dalam pupuh 34 Kakawin Nagarakretagama, sebagai berikut ini:

Pupuh 34 baris 4

4.     Arddalawas / nrpati tansah ananti masa, olahnireɳ sakuwukuww atikaɳ linolyan, yyankatniran hawan i lohgaway iɳ sumandiɳ, boraɳ banör barmi tut / hnu nuny anulwan.

Artinya:

4.     Agak lama berhenti seraya istirahat. Mengunjungi para penduduk segenap desa. Kemudian menuju Sungai Gawe, Sumanding, Borang, Banger, Baremi lalu lurus ke barat.

    Dari Banger ke Probolinggo dan masa Bhre Wirabumi
   
    Versi 1. Diganti oleh Tumenggung  Djojonegoro.


    Sedangkan perubahan nama dari Banger menjadi Probolinggo terjadi pada saat Banger dipimpin oleh Tumenggung Djojonegoro atau Kanjeng Djimat pada tahun 1770. Arti Probolinggo antara lain: Probo berarti sinar dan linggo berarti tugu, badan, tanda peringatan, tongkat). Probolinggo: sinar yang berbentuk tugu, gada, atau tongkat.

    Versi 2. Penanda dari warga Banger untuk singgahnya Prabu Hayam Wuruk
    Di Banger. Ketika rombongan tamu agung ini hendak melanjutkan perjalanan (ke barat-kembali ke Trowulan), Sang Prabu diliputi rasa sedih karena enggan untuk berpisah. Saat perpisahan diliputi rasa duka cita, bercampur bangga. Karena Sang Prabu Maha Raja junjungannya berkenan mengunjungi dan singgah berlama-lama di tempat ini. Sejak itu warga di sini menandai tempat ini dengan sebutan Prabu Linggih. Artinya tempat persinggahan Sang Prabu sebagai tamu Agung. Sebutan Prabu Linggih selanjutnya mengalami proses perubahan ucap hingga kemudian berubah menjadi Probolinggo.

    Berhubungan dengan Bhre Wirabumi-Menakjinggo?
       
    Dalam sejarah Probolinggo disinggung pula, bahwa  Raja Blambangan, yaitu Bre Wirabumi atau Minakjinggo, Banger mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini ternyata menarik perhatian dari Bre Wirabumi, Raja Blambangan yang berkuasa. Hingga pada akhirnya Banger dapat dikuasai oleh Bre Wirabumi. Bahkan Banger pernah menjadi kancah perang saudara antara Bre Wirabumi (Blambangan) dengan Prabu Wikramardhana (Majapahit) yang dikenal dengan “Perang Paregreg”.

Bagaimana menurut bukti sejarah?

Bhre Wirabumi itu bukan nama orang, melainkan sebutan untuk daerah. Bhre Wirabhumi artinya raja yang bertahta di keraton Wirabhumi. Bhre Wirabumi yang dimaksud bernama Aji Rajanatha atau Sri Bhattara Rajanata.
Menurut Pararaton, Bhre WIrabumi adalah putra Hayam Wuruk dari selir, dan menjadi anak angkat Bhre Daha istri Wijayarajasa, yaitu Rajadewi. Aji Rajanatha Bhre Wirabhumi kemudian menikah dengan Bhre Lasem sang Alemu, putri Bhre Pajang (adik Hayam Wuruk).

Menurut Nagarakretagama, istri Bhre Wirabhumi adalah Nagarawardhani putri Bhre Lasem alias Indudewi. Indudewi adalah putri Rajadewi dan Wijayarajasa. Berita dalam Nagarakretagama lebih dapat dipercaya daripada Pararaton, karena ditulis pada saat Bhre Wirabhumi masih hidup.

Jadi kesimpulannya, Bhre Wirabhumi lahir dari selir Hayam Wuruk, menjadi anak angkat Rajadewi (bibi Hayam Wuruk), dan kemudian dinikahkan dengan Nagarawardhani cucu Rajadewi.

Dalam prasasti Biluluk  tahun 1395M yang diterjemahan Muhammad Yamin adalah sebagai berikut:

Sri paduka bhattara Rajanata, Sri paduka Bhattara Anantadewi, Sri paduka bhattara Anaridewi, Sri paduka bhattara parameswara Pamotan yang bernama raden Kudamerta,

Sri Paduka Bhatara Rajanatha sangat mungkin sebagai  nama asli atau nama abhiseka Bhre Wirabhumi II. Ini dapat ditelisik dari penyebutan Sri Paduka Bhatara Parameswara Pamotan raden Kudamerta. Dalam prasasti ini baginda Wengker, paman dan mertua Hayam Wuruk sudah wafat, karena sudah bergelar anumerta Bhatara Parameswara. Berdasarkan catatan sejarah, yang kemudian menganti sebagai raja di Kedaton Wetan.

Terjadinya Perang Paregreg

Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Wijayarajasa, hubungan antara Majapahit istana barat dan timur masih diliputi perasaan segan, mengingat Wijayarajasa adalah mertua Hayam Wuruk.

Ketika Wijayarajasa meninggal tahun 1398. Ia digantikan anak angkat sekaligus suami cucunya, yaitu Sri Paduka Bhatara Rajanatha sebagai Bhre Wirabhumi di istana timur. Sementara itu Hayam Wuruk meninggal tahun 1389. Ia digantikan keponakan sekaligus menantunya, yaitu Wikramawardhana.

Ketika Indudewi meninggal dunia, jabatan Bhre Lasem diserahkan pada putrinya, yaitu Nagarawardhani. Tapi Wikramawardhana juga mengangkat Kusumawardhani sebagai Bhre Lasem. Itulah sebabnya, dalam Pararaton terdapat dua orang Bhre Lasem, yaitu Bhre Lasem Sang Halemu (Bhre Lasem yang gemuk) istri dari Sri Paduka Bhatara Rajanatha Bhre Wirabhumi, dan Bhre Lasem Sang Ahayu (Bhre Lasem yang cantik) istri Wikramawardhana.

Sengketa jabatan Bhre Lasem ini menciptakan perang dingin antara istana barat dan timur, sampai akhirnya Nagarawardhani dan Kusumawardhani sama-sama meninggal tahun 1400. Wikramawardhana segera mengangkat menantunya sebagai Bhre Lasem yang baru, yaitu istri Bhre Tumapel.

Setelah pengangkatan Bhre Lasem baru, perang dingin antara istana barat dan timur berubah menjadi perselisihan. Menurut Pararaton, Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana bertengkar tahun 1401 dan kemudian tidak saling bertegur sapa.

Perselisihan antara kedua raja meletus menjadi Perang Paregreg tahun 1404. Paregreg artinya perang setahap demi setahap dalam tempo lambat. Pihak yang menang pun silih berganti. Kadang pertempuran dimenangkan pihak timur, kadang dimenangkan pihak barat.

Akhirnya, pada tahun 1406 pasukan barat dipimpin Bhre Tumapel putra Wikramawardhana menyerbu pusat kerajaan timur. Bhre Wirabhumi menderita kekalahan dan melarikan diri menggunakan perahu pada malam hari. Ia dikejar dan dibunuh oleh Raden Gajah alias Bhra Narapati yang menjabat sebagai Ratu Angabhaya istana barat.

Raden Gajah membawa kepala Bhre Wirabhumi ke istana barat. Bhre Wirabhumi kemudian dicandikan di Lung bernama Girisa Pura.

Bagaimana dengan penyebutan Bhre Wirabumi adalah Menakjinggo?
Dari sumber-sumber sejarah tidak terdapat nama Menakjinggo sebagai Bhre Wirabumi. Penyebutan nama Menakjinggo berasal dari Serat Damarwulan yang ditulis oleh pujangga Carik Bajra. Carik Bajra atau Tirtawiguna aktif di istana Mataram Kartasura sejak tahun 1718 dan menjadi penasihat utama raja (Raja Pakubuwana II memerintah tahun 1726-1749). tahun 1730 dan tahun 1740 lalu menjadi patih hingga wafatnya tahun 1751.  Secara garis besar teks Damar Wulan menceritakan konflik antara Adipati Belambangan (Menakjinggo) dengan Ratu Majapahit (Kencana Wungu) dengan jagonya Damar Wulan. Teks ini di tulis pada hari Kamis tanggal 28 Jumadil Lahir.

B.    Versi Hari Jadi Kabupaten Probolinggo pada 18 April 1746

Dalam lembaran sejarah yang melatar belakangi hari jadi Kabupaten Probolinggo diuraikan sebagai berikut: Pada masa pemerintahan VOC, setelah kompeni dapat meredakan mataram, dalam perjanjian yang dipaksakan kepada Sunan Pakubuwono II di Mataram, seluruh daerah di sebelah Timur Pasuruan (termasuk Banger) diserahkan kepada VOC pada tahun 1743.
Untuk memimpin pemerintahan di Banger, pada tahun 1746 VOC mengangkat Kyai Djojolelono sebagai Bupati Pertama di Banger, dengan gelar Tumenggung. Kabupatennya terletak di Desa Kebonsari Kulon. Kyai Djojolelono adalah putera Kyai Boen Djolodrijo (Kiem Boen), Patih Pasuruan. Patih dari Bupati Pasuruan Untung Surapati atau Tumenggung Wironagoro. Kiai Djojolelono dilantik menjadi Bupati Probolinggo pertama pada masa pemerintahan Kerajaan Mataram tanggal 18 April 1746.
Kompeni (VOC) memerintahkan kepada Kyai Djojolelono untuk menangkap/membu-nuh Panembahan Semeru, Patih Tengger, keturunan Untung Suropati yang turut memusu-hi kompeni. Panembahan Semeru akhirnya terbunuh oleh Kyai Djojolelono.
Setelah menyadari akan kekhilafannya, terpengaruh oleh politik adu domba kompeni, Kyai Djojolelono menyesali tindakannya, akhirnya Kyai Djojolelono berbalik menen-tang/melawan kompeni. Sebagai tanda sikap permusuhannya tersebut, Kyai Djojolelono kemudian menyingkir, meninggalkan istana dan jabatannya sebagai Bupati Banger pada tahun 1768, terus mengembara/lelono.
Sebagai pengganti Kyai Djojolelono, kompeni mengangkat Raden Tumenggung Djojonegoro, putra Raden Tumenggung Tjondronegoro, Bupati Surabaya ke 10 sebagai Bupati Banger kedua. Rumah kabupatennya dipindahkan ke Benteng Lama. Kompeni melakukan politik adu domba. Kyai Djojolelono yang tetap memusuhi kompeni ditangkap oleh Tumenggung Djojonegoro.

Sebenarnya peristiwa apa yang tercatat pada tahun 1746?

Pada tahun-tahun itu Indonesia belum ada, karena belum merdeka, yang ada ialah Pemerintahan Hindia Belanda (Bagian dari Negeri Belanda) yang dipimpin oleh seorang Gubernur Jenderal dan beberapa kerajaan, diantaranya Kerajaan Mataram... Pada masa awal Pemerintahan Hindia Belanda dengan Gubernur Jenderal Pieter Both yang memerintah tahun 1610-1614 terbentuklah VOC singkatan dari Vereenigde Oostindische Compagnie, yaitu kongsi dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda yang didirikan oleh Johan van Oldenbarnevelt pada tanggal 20 Maret 1602.
Meskipun hanya suatu persekutuan badan dagang saja, tetapi VOC ini sangat istimewa karena didukung pengesahan hukum oleh negara (Hindia Belanda) dan diberi fasilitas serta hak-hak ligalitas istimewa yaitu:
1. VOC boleh memiliki tentara sendiri (oleh lidah rakyat disebut kompeni);
2. VOC memiliki mata uang sendiri;
3. VOC boleh bernegosiasi dengan negara lain, dan
4. VOC dapat menyatakan perang.
Dari misi dagang dengan fasilitas istimewa itulah kemudian VOC melakukan politik permukiman (kolonisasi) dengan kerajaan di Jawa, kerajaan di Sumatra, kerajaan di Maluku, dan kerajaan di Nusantara lainnya. Politik kolonisasi yang diterapkan oleh VOC ialah: pecah belah, adu domba, perang, ambil keuntungan sebesar-besarnya.
VOC berhasil. Pada tahun  1669, VOC merupakan perusahaan swasta terkaya dalam sepanjang sejarah, dengan lebih dari 150 perahu dagang, 40 kapal perang, 50.000 pekerja, angkatan bersenjata pribadi dengan 10.000 tentara, dan pembayaran dividen 40%.  VOC berhenti beroperasi: 31 Desember 1799,

Peristiwa yang menyangkut Banger:
Penguasa kerajaan atau Kasultanan Mataram pada masa itu ialah Pakubuwana II (1726-1749) dan Gubernur jenderal VOC Baron van Imhoff. Baron datang ke Surakarta untuk mendesak Pakubuwana II agar menyewakan daerah pesisir kepada VOC dengan harga 20.000 real Spanyol tiap tahun. Pangeran Mangkubumi menentang hal itu. Terjadilah pertengkaran di mana van Imhoff menghina Mangkubumi (yang kemudian menjadi Sultan Hamengkubuwana 1 di Yogyakarta) di depan umum.
Pangeran Mangkubumi sakit hati dan meninggalkan Surakarta untuk bergabung dengan Mas Said sejak Mei 1746. Meletuslah perang saudara yang oleh para sejarawan disebut Perang Suksesi Jawa Ketiga.

Di tengah panasnya suasana perang, Pakubuwana II jatuh sakit akhir tahun 1749. Baron von Hohendorff, kawan lamanya yang saat itu menjabat Gubernur Pesisir Jawa Bagian Timur Laut, tiba di Surakarta sebagai saksi VOC atas jalannya pergantian raja. Pakubuwana II bahkan menyerahkan kedaulatan kerajaan secara penuh kepada von Hohendorff.

Perjanjian pun ditandatangani tanggal 11 Desember 1749 sebagai titik awal hilangnya kedaulatan Kasunanan Surakarta ke tangan Belanda. Sejak itu, hanya VOC yang berhak melantik raja-raja keturunan Mataram (Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman). Peraturan ini terus berlaku sampai zaman kemerdekaan Indonesia.

Tulislah tentang aku dengan tinta hitam atau tinta putihmu. Biarlah sejarah membaca dan menjawabnya. Soekarno.  Presiden pertama Indonesia 1901-1970

Sejarah adalah suatu perjanjian di antara orang yang sudah meninggal, mereka yang masih hidup, dan mereka yang belum dilahirkan.”   Edmund Burke. Politikus dan filsuf dari Inggris 1729-1797

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.  Pramoedya Ananta Toer. Penulis dari Indonesia 1925-2006

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Desa Seboro & Desa Rawan di Krejengan Kab. Probolinggo tempat Panglima Perang Mpu Nala

Di Jabung Baginda Hayam Wuruk berselirkan seorang putri cantik